iBet uBet web content aggregator. Adding the entire web to your favor.
iBet uBet web content aggregator. Adding the entire web to your favor.



Link to original content: https://id.wikipedia.org/wiki/Tata_Surya
Tata Surya - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Lompat ke isi

Tata Surya

Dengarkan artikel ini
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tata Surya
Gambaran umum Tata Surya dari kiri ke kanan (ukuran planet digambarkan sesuai skala, sedangkan jaraknya tidak): Matahari, Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Ceres, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, Pluto, Haumea, Makemake dan Eris.
Gambaran umum Tata Surya (ukuran planet digambarkan sesuai skala, sedangkan jaraknya tidak)
Umur4,568 miliar tahun
Lokasi
Massa sistem1,0014 massa Matahari[butuh rujukan]
Bintang terdekat
Sistem keplanetan terdekat
Sistem Proxima Centauri (4,2465 ly)
Sistem keplanetan
Sumbu semi-mayor planet terluar (Neptunus)
30,11 AU
(4,5 miliar km; 2,8 miliar mi)
Jarak ke jurang Kuiper~50 AU dari Matahari
Populasi
Bintang1 (Matahari)
Planet yang diketahui
Planet kerdil yang diketahui
Satelit alami yang diketahui
Planet minor yang diketahui1.334.118[2][3]
Komet yang diketahui4.600[2][3]
Satelit bulat yang dikenali19
Orbit sekitar Pusat Galaksi
Inklinasi bidang invariabel-ke-galaksi60,19° (ekliptik)
Jarak ke Pusat Galaksi27.000 ± 1,000 ly
Kecepatan orbit220 km/s; 136 mi/s
Periode orbit225–250 myr
Sifat terkait bintang
Kelas spektrumG2V
Garis beku≈5 AU[4]
Jarak ke heliopause≈120 AU
Radius bola Hill≈1–3 ly
Artikel ini tersedia dalam versi lisan
Dengarkan versi lisan dari artikel ini (8 menit)
noicon
Ikon Wikipedia Lisan
Berkas suara ini dibuat berdasarkan revisi dari artikel ini per tanggal 10 September 2010 (2010-09-10), sehingga isinya tidak mengacu pada revisi terkini.

Tata Surya[a] adalah kumpulan benda langit yang terdiri atas sebuah bintang yang disebut Matahari dan semua objek yang terikat oleh gaya gravitasinya. Objek-objek tersebut termasuk delapan buah planet yang sudah diketahui dengan orbit berbentuk elips, lima planet kerdil/katai, 290 satelit alami yang telah diidentifikasi,[5][b] dan jutaan benda langit (meteor, asteroid, komet) lainnya.

Tata Surya terbagi menjadi Matahari, empat planet bagian dalam, sabuk asteroid, empat planet bagian luar, dan di bagian terluar adalah Sabuk Kuiper dan piringan tersebar. Awan Oort diperkirakan terletak di daerah terjauh yang berjarak sekitar seribu kali di luar bagian yang terluar.

Berdasarkan jaraknya dari Matahari, kedelapan planet Tata Surya ialah Merkurius (57,9 juta km), Venus (108 juta km), Bumi (150 juta km), Mars (228 juta km), Jupiter (779 juta km), Saturnus (1.430 juta km), Uranus (2.880 juta km), dan Neptunus (4.500 juta km). Keempat planet terdalam, yaitu Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars adalah planet kebumian yang terdiri atas batuan dan logam. Sementara itu, keempat planet terluar adalah planet raksasa yang jauh lebih besar dari planet kebumian. Dua planet terbesar, yaitu Jupiter dan Saturnus adalah planet raksasa gas yang sebagian bersar terdiri atas hidrogen dan helium. Dua planet lainnya, Uranus dan Neptunus, adalah planet raksasa es yang terdiri atas senyawa dengan titik leleh lebih tinggi dari hidrogen dan helium, disebut senyawa volatil seperti air, amonia, dan metana.

Sejak pertengahan 2008, ada lima objek angkasa yang diklasifikasikan sebagai planet katai. Orbit planet-planet katai, kecuali Ceres, berada lebih jauh dari Neptunus. Kelima planet katai tersebut ialah Ceres (415 juta km di sabuk asteroid; dulunya diklasifikasikan sebagai planet kelima), Pluto (5.906 juta km.; dulunya diklasifikasikan sebagai planet kesembilan), Haumea (6.450 juta km), Makemake (6.850 juta km), dan Eris (10.100 juta km).

Enam dari kedelapan planet dan tiga dari kelima planet katai itu dikelilingi oleh satelit alami. Masing-masing planet bagian luar dikelilingi oleh cincin planet yang terdiri dari debu dan partikel lain.

Asal usul

Banyak hipotesis tentang asal usul Tata Surya telah dikemukakan para ahli, beberapa di antaranya adalah:

Pierre-Simon Laplace, pendukung Hipotesis Nebula
Gerard Kuiper, pendukung Hipotesis Kondensasi

Hipotesis nebula

Hipotesis nebula pertama kali dikemukakan oleh Emanuel Swedenborg (1688–1772)[6] tahun 1734 dan disempurnakan oleh Immanuel Kant (1724–1804) pada 1775. Hipotesis serupa juga dikembangkan oleh Pierre Marquis de Laplace[7] secara independen pada tahun 1796. Hipotesis ini, yang lebih dikenal dengan Hipotesis Nebula Kant-Laplace, menyebutkan bahwa pada tahap awal, Tata Surya masih berupa kabut raksasa. Kabut ini terbentuk dari debu, es, dan gas yang disebut nebula, dan unsur gas yang sebagian besar hidrogen. Gaya gravitasi yang dimilikinya menyebabkan kabut itu menyusut dan berputar dengan arah tertentu, suhu kabut memanas, dan akhirnya menjadi bintang raksasa (matahari). Matahari raksasa terus menyusut dan berputar semakin cepat, dan cincin-cincin gas dan es terlontar ke sekeliling Matahari. Akibat gaya gravitasi, gas-gas tersebut memadat seiring dengan penurunan suhunya dan membentuk planet dalam dan planet luar. Laplace berpendapat bahwa orbit berbentuk hampir melingkar dari planet-planet merupakan konsekuensi dari pembentukan mereka.[8]

Hipotesis planetisimal

Hipotesis planetisimal pertama kali dikemukakan oleh Thomas C. Chamberlin dan Forest R. Moulton pada tahun 1900. Hipotesis planetisimal mengatakan bahwa Tata Surya kita terbentuk akibat adanya bintang lain yang lewat cukup dekat dengan Matahari, pada masa awal pembentukan Matahari. Kedekatan tersebut menyebabkan terjadinya tonjolan pada permukaan Matahari, dan bersama proses internal Matahari, menarik materi berulang kali dari Matahari. Efek gravitasi bintang mengakibatkan terbentuknya dua lengan spiral yang memanjang dari Matahari. Sementara sebagian besar materi tertarik kembali, sebagian lain akan tetap di orbit, mendingin dan memadat, dan menjadi benda-benda berukuran kecil yang mereka sebut planetisimal dan beberapa yang besar sebagai protoplanet. Objek-objek tersebut bertabrakan dari waktu ke waktu dan membentuk planet dan bulan, sementara sisa-sisa materi lainnya menjadi komet dan asteroid.[butuh rujukan]

Hipotesis pasang surut bintang

Hipotesis pasang surut bintang pertama kali dikemukakan oleh James Jeans pada tahun 1917. Planet dianggap terbentuk karena mendekatnya bintang lain kepada Matahari. Keadaan yang hampir bertabrakan menyebabkan tertariknya sejumlah besar materi dari Matahari dan bintang lain tersebut oleh gaya pasang surut bersama mereka, yang kemudian terkondensasi menjadi planet.[8] Namun astronom Harold Jeffreys tahun 1929 membantah bahwa tabrakan yang sedemikian itu hampir tidak mungkin terjadi.[8] Demikian pula astronom Henry Norris Russell mengemukakan keberatannya atas hipotesis tersebut.[9]

Hipotesis kondensasi

Hipotesis kondensasi mulanya dikemukakan oleh astronom Belanda yang bernama G.P. Kuiper (1905–1973) pada tahun 1949. Hipotesis kondensasi menjelaskan bahwa Tata Surya terbentuk dari bola kabut raksasa yang berputar membentuk cakram raksasa.[10]

Hipotesis bintang kembar

Hipotesis bintang kembar awalnya dikemukakan oleh Fred Hoyle (1915–2001) pada tahun 1956. Hipotesis mengemukakan bahwa dahulunya Tata Surya kita berupa dua bintang yang hampir sama ukurannya dan berdekatan yang salah satunya meledak meninggalkan serpihan-serpihan kecil. Serpihan itu terperangkap oleh gravitasi bintang yang tidak meledak dan mulai mengelilinginya.[butuh rujukan]

Hipotesis protoplanet

Teori ini dikemukakan oleh Carl Van Weizsaecker, G.P. Kuipper dan Subrahmanyan Chandarasekar. Menurut teori protoplanet, di sekitar matahari terdapat kabut gas yang membentuk gumpalan-gumpalan yang secara evolusi berangsur-angsur menjadi gumpalan padat. Gumpalan kabut gas tersebut dinamakan protoplanet.[butuh rujukan]

Sejarah penemuan

Lima planet terdekat ke Matahari selain Bumi (Merkurius, Venus, Mars, Jupiter dan Saturnus) telah dikenal sejak zaman dahulu karena mereka semua bisa dilihat dengan mata telanjang. Banyak bangsa di dunia ini memiliki nama sendiri untuk masing-masing planet.[butuh rujukan]

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pengamatan pada lima abad lalu membawa manusia untuk memahami benda-benda langit terbebas dari selubung mitologi. Galileo Galilei (1564–1642) dengan teleskop refraktornya mampu menjadikan mata manusia "lebih tajam" dalam mengamati benda langit yang tidak bisa diamati melalui mata telanjang.[11]

Karena teleskop Galileo bisa mengamati lebih tajam, ia bisa melihat berbagai perubahan bentuk penampakan Venus, seperti Venus Sabit atau Venus Purnama sebagai akibat perubahan posisi Venus terhadap Matahari. Penalaran Venus mengitari Matahari makin memperkuat teori heliosentris, yaitu bahwa Matahari adalah pusat alam semesta, bukan Bumi, yang sebelumnya digagas oleh Nicolaus Copernicus (1473–1543). Susunan heliosentris adalah Matahari dikelilingi oleh Merkurius hingga Saturnus.[butuh rujukan]

Model heliosentris dalam manuskrip Copernicus.

Teleskop Galileo terus disempurnakan oleh ilmuwan lain seperti Christian Huygens (1629–1695) yang menemukan Titan, satelit Saturnus, yang berada hampir 2 kali jarak orbit Bumi-Jupiter.[12]

Perkembangan teleskop juga diimbangi pula dengan perkembangan perhitungan gerak benda-benda langit dan hubungan satu dengan yang lain melalui Johannes Kepler (1571–1630) dengan Hukum Kepler. Dan puncaknya, Sir Isaac Newton (1642–1727) dengan hukum gravitasi. Dengan dua teori perhitungan inilah yang memungkinkan pencarian dan perhitungan benda-benda langit selanjutnya.[butuh rujukan]

Pada 1781, William Herschel (1738–1822) menemukan Uranus.[13] Perhitungan yang dilakukan pada orbit Uranus mendapati bahwa orbit planet tersebut terpengaruh oleh benda langit lain yang belum diketahui saat itu. Menggunakan perhitungan yang sama, para astronom menemukan Neptunus pada 1846.[14]

Penemuan Neptunus ternyata tidak cukup menjelaskan gangguan pada orbit Uranus. Kondisi ini memunculkan hipotesis planet lain, "Planet X", yang masih belum ditemukan. Pencarian tersebut berujung pada penemuan Pluto pada 1930 oleh Clyde Tombaugh.[15] Pada saat Pluto ditemukan, objek tersebut hanya diketahui sebagai satu-satunya objek antariksa yang berada di luar orbit Neptunus. Pada 1978, Charon, satelit terbesar yang mengelilingi Pluto ditemukan. Charon ditemukan melalui analisis piringan fotografik yang menunjukkan adanya "benjolan" di sisi Pluto.[16]

Para astronom kemudian menemukan sekitar 1.000 objek kecil lainnya yang letaknya melampaui Neptunus (disebut objek trans-Neptunus), yang juga mengelilingi Matahari.[17] Terdapat sekitar 100.000 objek serupa yang dikenal sebagai Objek Sabuk Kuiper (Sabuk Kuiper adalah bagian dari objek-objek trans-Neptunus).[18] Belasan benda langit termasuk dalam Objek Sabuk Kuiper di antaranya Quaoar (1.250 km pada Juni 2002), Huya (750 km pada Maret 2000), Sedna (1.800 km pada Maret 2004), Orcus, Vesta, Pallas, Hygiea, Varuna, dan 2003 EL61 (1.500 km pada Mei 2004).[butuh rujukan]

Penemuan 2003 EL61 cukup menghebohkan karena Objek Sabuk Kuiper ini diketahui juga memiliki satelit pada Januari 2005 meskipun berukuran lebih kecil dari Pluto. Dan puncaknya adalah penemuan UB 313 (2.700 km pada Oktober 2003) yang diberi nama oleh penemunya Xena. Selain lebih besar dari Pluto, objek ini juga memiliki satelit.[butuh rujukan]

Struktur

Perbanding relatif massa planet. Jupiter adalah 71% dari total dan Saturnus 21%. Merkurius dan Mars, yang total bersama hanya kurang dari 0.1% tidak tampak dalam diagram di atas.
Orbit-orbit Tata Surya dengan skala yang sesungguhnya
Illustrasi skala

Komponen utama sistem Tata Surya adalah matahari, sebuah bintang deret utama kelas G2 yang mengandung 99,86 persen massa dari sistem dan mendominasi seluruh dengan gaya gravitasinya.[19] Jupiter dan Saturnus, dua komponen terbesar yang mengedari Matahari, mencakup kira-kira 90 persen massa selebihnya.[c]

Hampir semua objek-objek besar yang mengorbit Matahari terletak pada bidang edaran bumi, yang umumnya dinamai ekliptika. Semua planet terletak sangat dekat pada ekliptika, sementara komet dan objek-objek sabuk Kuiper biasanya memiliki beda sudut yang sangat besar dibandingkan ekliptika.[23]

Planet-planet dan objek-objek Tata Surya juga mengorbit mengelilingi Matahari berlawanan dengan arah jarum jam jika dilihat dari atas kutub utara Matahari, terkecuali Komet Halley.[butuh rujukan]

Hukum gerakan planet Kepler menjabarkan bahwa orbit dari objek-objek Tata Surya sekeliling Matahari bergerak mengikuti bentuk elips dengan Matahari sebagai salah satu titik fokusnya. Objek yang berjarak lebih dekat dari Matahari (sumbu semi-mayor-nya lebih kecil) memiliki tahun waktu yang lebih pendek. Pada orbit elips, jarak antara objek dengan Matahari bervariasi sepanjang tahun. Jarak terdekat antara objek dengan Matahari dinamai perihelion, sedangkan jarak terjauh dari Matahari dinamai aphelion. Semua objek Tata Surya bergerak tercepat di titik perihelion dan terlambat di titik aphelion. Orbit planet-planet bisa dibilang hampir berbentuk lingkaran, sedangkan komet, asteroid dan objek sabuk Kuiper kebanyakan orbitnya berbentuk elips.[butuh rujukan]

Untuk mempermudah representasi, kebanyakan diagram Tata Surya menunjukan jarak antara orbit yang sama antara satu dengan lainnya. Pada kenyataannya, dengan beberapa perkecualian, semakin jauh letak sebuah planet atau sabuk dari Matahari, semakin besar jarak antara objek itu dengan jalur edaran orbit sebelumnya. Sebagai contoh, Venus terletak sekitar sekitar 0,33 satuan astronomi (SA) lebih dari Merkurius[d], sedangkan Saturnus adalah 4,3 SA dari Jupiter, dan Neptunus terletak 10,5 SA dari Uranus. Beberapa upaya telah dicoba untuk menentukan korelasi jarak antar orbit ini (hukum Titus-Bode), tetapi sejauh ini tidak satu teori pun telah diterima.[butuh rujukan]

Hampir semua planet-planet di Tata Surya juga memiliki sistem sekunder. Kebanyakan adalah benda pengorbit alami yang disebut satelit. Beberapa benda ini memiliki ukuran lebih besar dari planet. Hampir semua satelit alami yang paling besar terletak di orbit sinkron, dengan satu sisi satelit berpaling ke arah planet induknya secara permanen. Empat planet terbesar juga memliki cincin yang berisi partikel-partikel kecil yang mengorbit secara serempak.[24]

Terminologi

Secara informal, Tata Surya dapat dibagi menjadi tiga daerah. Tata Surya bagian dalam mencakup empat planet kebumian dan sabuk asteroid utama. Pada daerah yang lebih jauh, Tata Surya bagian luar, terdapat empat gas planet raksasa.[25] Sejak ditemukannya Sabuk Kuiper, bagian terluar Tata Surya dianggap wilayah berbeda tersendiri yang meliputi semua objek melampaui Neptunus.[26]

Secara dinamis dan fisik, objek yang mengorbit matahari dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan: planet, planet katai, dan benda kecil Tata Surya. Planet adalah sebuah badan yang mengedari Matahari dan mempunyai massa cukup besar untuk membentuk bulatan diri dan telah membersihkan orbitnya dengan menginkorporasikan semua objek-objek kecil di sekitarnya. Dengan definisi ini, Tata Surya memiliki delapan planet: Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, dan Neptunus. Pluto telah dilepaskan status planetnya karena tidak dapat membersihkan orbitnya dari objek-objek Sabuk Kuiper.[27]

Planet katai adalah benda angkasa bukan satelit yang mengelilingi Matahari, mempunyai massa yang cukup untuk bisa membentuk bulatan diri tetapi belum dapat membersihkan daerah sekitarnya.[27] Menurut definisi ini, Tata Surya memiliki lima buah planet katai: Ceres, Pluto, Haumea, Makemake, dan Eris.[28] Objek lain yang mungkin akan diklasifikasikan sebagai planet katai adalah: Sedna, Orcus, dan Quaoar. Planet katai yang memiliki orbit di daerah trans-Neptunus biasanya disebut "plutoid".[29] Sisa objek-objek lain berikutnya yang mengitari Matahari adalah benda kecil Tata Surya.[27]

Ilmuwan ahli planet menggunakan istilah gas, es, dan batu untuk mendeskripsi kelas zat yang terdapat di dalam Tata Surya. Batu digunakan untuk menamai bahan bertitik lebur tinggi (lebih besar dari 500 K), sebagai contoh silikat. Bahan batuan ini sangat umum terdapat di Tata Surya bagian dalam, merupakan komponen pembentuk utama hampir semua planet kebumian dan asteroid. Gas adalah bahan-bahan bertitik lebur rendah seperti atom hidrogen, helium, dan gas mulia, bahan-bahan ini mendominasi wilayah tengah Tata Surya, yang didominasi oleh Jupiter dan Saturnus. Sedangkan es, seperti air, metana, amonia dan karbon dioksida,[30] memiliki titik lebur sekitar ratusan derajat kelvin. Bahan ini merupakan komponen utama dari sebagian besar satelit planet raksasa. Ia juga merupakan komponen utama Uranus dan Neptunus (yang sering disebut "es raksasa"), serta berbagai benda kecil yang terletak di dekat orbit Neptunus.[31]

Istilah volatil mencakup semua bahan bertitik didih rendah (kurang dari ratusan kelvin), yang termasuk gas dan es; tergantung pada suhunya, 'volatiles' dapat ditemukan sebagai es, cairan, atau gas di berbagai bagian Tata Surya.[butuh rujukan]

Zona planet

Zona Tata Surya yang meliputi, planet bagian dalam, sabuk asteroid, planet bagian luar, dan sabuk Kuiper. (Gambar tidak sesuai skala)

Di zona planet dalam, Matahari adalah pusat Tata Surya dan planet terdekatnya adalah Merkurius (jarak dari Matahari 57,9 × 106 km, atau 0,39 SA), diikuti oleh Venus (108,2 × 106 km, 0,72 SA), Bumi (149,6 × 106 km, 1 SA) dan Mars (227,9 × 106 km, 1,52 SA). Ukuran diameternya antara 4.878 km dan 12.756 km, dengan massa jenis antara 3,95 g/cm3 dan 5,52 g/cm3.[butuh rujukan]

Antara Mars dan Jupiter terdapat daerah yang disebut sabuk asteroid, kumpulan batuan metal dan mineral. Kebanyakan asteroid-asteroid ini hanya berdiameter beberapa kilometer (lihat: Daftar asteroid), dan beberapa memiliki diameter 100 km atau lebih. Ceres, bagian dari kumpulan asteroid ini, berukuran sekitar 960 km dan dikategorikan sebagai planet katai. Orbit asteroid-asteroid ini sangat eliptis, bahkan beberapa menyimpangi Merkurius (Icarus) dan Uranus (Chiron).[butuh rujukan]

Pada zona planet luar, terdapat planet gas raksasa Jupiter (778,3 × 106 km, 5,2 SA), Uranus (2,875 × 109 km, 19,2 SA) dan Neptunus (4,504 × 109 km, 30,1 SA) dengan massa jenis antara 0,7 g/cm3 dan 1,66 g/cm3.[butuh rujukan]

Jarak rata-rata antara planet-planet dengan Matahari bisa diperkirakan dengan menggunakan Hukum Titius–Bode.[32] Regularitas jarak antara jalur edaran orbit-orbit ini kemungkinan merupakan efek resonansi sisa dari awal terbentuknya Tata Surya. Anehnya, planet Neptunus tidak muncul di baris matematis Titus-Bode, yang membuat para pengamat berspekulasi bahwa Neptunus merupakan hasil tabrakan kosmis.[butuh rujukan]

Matahari

Matahari adalah bintang induk Tata Surya dan merupakan komponen utama sistem Tata Surya ini. Bintang ini berukuran 332.830 massa bumi. Massa yang besar ini menyebabkan kepadatan inti yang cukup besar untuk bisa mendukung kesinambungan fusi nuklir dan menyemburkan sejumlah energi yang dahsyat. Kebanyakan energi ini dipancarkan ke luar angkasa dalam bentuk radiasi eletromagnetik, termasuk spektrum optik.

Matahari dikategorikan ke dalam bintang katai kuning (tipe G V) yang berukuran tengahan, tetapi nama ini bisa menyebabkan kesalahpahaman, karena dibandingkan dengan bintang-bintang yang ada di dalam galaksi Bima Sakti, Matahari termasuk cukup besar dan cemerlang. Bintang diklasifikasikan dengan diagram Hertzsprung-Russell, yaitu sebuah grafik yang menggambarkan hubungan nilai luminositas sebuah bintang terhadap suhu permukaannya. Secara umum, bintang yang lebih panas akan lebih cemerlang. Bintang-bintang yang mengikuti pola ini dikatakan terletak pada deret utama, dan Matahari letaknya persis di tengah deret ini. Akan tetapi, bintang-bintang yang lebih cemerlang dan lebih panas dari Matahari adalah langka, sedangkan bintang-bintang yang lebih redup dan dingin adalah umum.[33]

Dipercayai bahwa posisi Matahari pada deret utama secara umum merupakan "puncak hidup" dari sebuah bintang, karena belum habisnya hidrogen yang tersimpan untuk fusi nuklir. Saat ini Matahari tumbuh semakin cemerlang. Pada awal kehidupannya, tingkat kecemerlangannya adalah sekitar 70 persen dari kecermelangan sekarang.[34]

Matahari secara metalisitas dikategorikan sebagai bintang "populasi I". Bintang kategori ini terbentuk lebih akhir pada tingkat evolusi alam semesta, sehingga mengandung lebih banyak unsur yang lebih berat daripada hidrogen dan helium ("metal" dalam sebutan astronomi) dibandingkan dengan bintang "populasi II".[35] Unsur-unsur yang lebih berat daripada hidrogen dan helium terbentuk di dalam inti bintang purba yang kemudian meledak. Bintang-bintang generasi pertama perlu punah terlebih dahulu sebelum alam semesta dapat dipenuhi oleh unsur-unsur yang lebih berat ini.

Bintang-bintang tertua mengandung sangat sedikit metal, sedangkan bintang baru mempunyai kandungan metal yang lebih tinggi. Tingkat metalitas yang tinggi ini diperkirakan mempunyai pengaruh penting pada pembentukan sistem Tata Surya, karena terbentuknya planet adalah hasil penggumpalan metal.[36]

Medium antarplanet

Lembar aliran heliosfer, karena gerak rotasi magnetis Matahari terhadap medium antarplanet.

Di samping cahaya, matahari juga secara berkesinambungan memancarkan semburan partikel bermuatan (plasma) yang dikenal sebagai angin surya. Semburan partikel ini menyebar keluar kira-kira pada kecepatan 1,5 juta kilometer per jam,[37] menciptakan atmosfer tipis (heliosfer) yang merambah Tata Surya paling tidak sejauh 100 SA (lihat juga heliopause). Kesemuanya ini disebut medium antarplanet.

Badai geomagnetis pada permukaan Matahari, seperti semburan Matahari dan lontaran massa korona (coronal mass ejection) menyebabkan gangguan pada heliosfer, menciptakan cuaca ruang angkasa.[38] Struktur terbesar dari heliosfer dinamai lembar aliran heliosfer (heliospheric current sheet), sebuah spiral yang terjadi karena gerak rotasi magnetis Matahari terhadap medium antarplanet.[39][40] Medan magnet bumi mencegah atmosfer bumi berinteraksi dengan angin surya. Venus dan Mars yang tidak memiliki medan magnet, atmosfernya habis terkikis ke luar angkasa.[41] Interaksi antara angin surya dan medan magnet bumi menyebabkan terjadinya aurora, yang dapat dilihat dekat kutub magnetik bumi.[42]

Heliosfer juga berperan melindungi Tata Surya dari sinar kosmik yang berasal dari luar Tata Surya. Medan magnet planet-planet menambah peran perlindungan selanjutnya. Densitas sinar kosmik pada medium antarbintang dan kekuatan medan magnet Matahari mengalami perubahan pada skala waktu yang sangat panjang, sehingga derajat radiasi kosmis di dalam Tata Surya sendiri adalah bervariasi, meski tidak diketahui seberapa besar.[43]

Medium antarplanet juga merupakan tempat beradanya paling tidak dua daerah mirip piringan yang berisi debu kosmis. Yang pertama, awan debu zodiak, terletak di Tata Surya bagian dalam dan merupakan penyebab cahaya zodiak. Ini kemungkinan terbentuk dari tabrakan dalam sabuk asteroid yang disebabkan oleh interaksi dengan planet-planet.[44] Daerah kedua membentang antara 10 SA sampai sekitar 40 SA, dan mungkin disebabkan oleh tabrakan yang mirip tetapi tejadi di dalam Sabuk Kuiper.[45][46]

Tata Surya bagian dalam

Tata Surya bagian dalam adalah nama umum yang mencakup planet kebumian dan asteroid. Terutama terbuat dari silikat dan logam, objek dari Tata Surya bagian dalam melingkup dekat dengan matahari, radius dari seluruh daerah ini lebih pendek dari jarak antara Jupiter dan Saturnus.

Planet-planet bagian dalam

Planet-planet bagian dalam. Dari kiri ke kanan: Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars (ukuran menurut skala)

Empat planet bagian dalam atau planet kebumian memiliki komposisi batuan yang padat,[47] hampir tidak mempunyai atau tidak mempunyai satelit dan tidak mempunyai sistem cincin. Komposisi Planet-planet ini terutama adalah mineral bertitik leleh tinggi, seperti silikat yang membentuk kerak dan selubung, dan logam seperti besi dan nikel yang membentuk intinya. Tiga dari empat planet ini (Venus, Bumi dan Mars) memiliki atmosfer, semuanya memiliki kawah meteor dan sifat-sifat permukaan tektonis seperti gunung berapi dan lembah pecahan. Planet yang letaknya di antara Matahari dan bumi (Merkurius dan Venus) disebut juga planet inferior.

Merkurius
Merkurius (0,4 SA dari Matahari) adalah planet terdekat dari Matahari serta juga terkecil (0,055 massa bumi). Merkurius tidak memiliki satelit alami dan ciri geologisnya di samping kawah meteorid yang diketahui adalah lobed ridges atau rupes, kemungkinan terjadi karena pengerutan pada perioda awal sejarahnya.[48] Atmosfer Merkurius yang hampir bisa diabaikan terdiri dari atom-atom yang terlepas dari permukaannya karena semburan angin surya.[49] Besarnya inti besi dan tipisnya kerak Merkurius masih belum bisa dapat diterangkan. Menurut dugaan hipotesis lapisan luar planet ini terlepas setelah terjadi tabrakan raksasa, dan perkembangan ("akresi") penuhnya terhambat oleh energi awal Matahari.[50][51]
Venus
Venus (0,7 SA dari Matahari) berukuran mirip bumi (0,815 massa bumi). Dan seperti bumi, planet ini memiliki selimut kulit silikat yang tebal dan berinti besi, atmosfernya juga tebal dan memiliki aktivitas geologi. Akan tetapi planet ini lebih kering dari bumi dan atmosfernya sembilan kali lebih padat dari bumi. Venus tidak memiliki satelit. Venus adalah planet terpanas dengan suhu permukaan mencapai 400 °C, kemungkinan besar disebabkan jumlah gas rumah kaca yang terkandung di dalam atmosfer.[52] Sejauh ini aktivitas geologis Venus belum dideteksi, tetapi karena planet ini tidak memiliki medan magnet yang bisa mencegah habisnya atmosfer, diduga sumber atmosfer Venus berasal dari gunung berapi.[53]
Bumi
Bumi (1 SA dari Matahari) adalah planet bagian dalam yang terbesar dan terpadat, satu-satunya yang diketahui memiliki aktivitas geologi dan satu-satunya planet yang diketahui memiliki mahluk hidup. 70% bagian bumi ditutup oleh air sedangkan 30%bumi ditutupi oleh daratan. Hidrosfernya yang cair adalah khas di antara planet-planet kebumian dan juga merupakan satu-satunya planet yang diamati memiliki lempeng tektonik. Atmosfer bumi sangat berbeda dibandingkan planet-planet lainnya, karena dipengaruhi oleh keberadaan mahluk hidup yang menghasilkan 21% oksigen.[54] Bumi memiliki satu satelit, bulan, satu-satunya satelit besar dari planet kebumian di dalam Tata Surya.
Mars
Mars (1,5 SA dari Matahari) berukuran lebih kecil dari bumi dan Venus (0,107 massa bumi). Planet ini memiliki atmosfer tipis yang kandungan utamanya adalah karbon dioksida. Permukaan Mars yang dipenuhi gunung berapi raksasa seperti Olympus Mons dan lembah retakan seperti Valles marineris, menunjukan aktivitas geologis yang terus terjadi sampai baru belakangan ini. Warna merahnya berasal dari warna karat tanahnya yang kaya besi.[55] Mars mempunyai dua satelit alami kecil (Deimos dan Fobos) yang diduga merupakan asteroid yang terjebak gravitasi Mars.[56]

Sabuk asteroid

Sabuk asteroid utama dan asteroid Troya

Asteroid secara umum adalah objek Tata Surya yang terdiri dari batuan dan mineral logam beku.[57]

Sabuk asteroid utama terletak di antara orbit Mars dan Jupiter, berjarak antara 2,3 dan 3,3 SA dari matahari, diduga merupakan sisa dari bahan formasi Tata Surya yang gagal menggumpal karena pengaruh gravitasi Jupiter.[58]

Gradasi ukuran asteroid adalah ratusan kilometer sampai mikroskopis. Semua asteroid, kecuali Ceres yang terbesar, diklasifikasikan sebagai benda kecil Tata Surya. Beberapa asteroid seperti Vesta dan Hygiea mungkin akan diklasifikasi sebagai planet katai jika terbukti telah mencapai kesetimbangan hidrostatik.[59]

Sabuk asteroid terdiri dari beribu-ribu, mungkin jutaan objek yang berdiameter satu kilometer.[60] Meskipun demikian, massa total dari sabuk utama ini tidaklah lebih dari seperseribu massa bumi.[22] Sabuk utama tidaklah rapat, kapal ruang angkasa secara rutin menerobos daerah ini tanpa mengalami kecelakaan. Asteroid yang berdiameter antara 10 dan 10−4 m disebut meteorid.[61]

Ceres
Ceres

Ceres (2,77 SA) adalah benda terbesar di sabuk asteroid dan diklasifikasikan sebagai planet katai. Diameternya adalah sedikit kurang dari 1000 km, cukup besar untuk memiliki gravitasi sendiri untuk menggumpal membentuk bundaran. Ceres dianggap sebagai planet ketika ditemukan pada abad ke 19, tetapi di-reklasifikasi menjadi asteroid pada tahun 1850-an setelah observasi lebih lanjut menemukan beberapa asteroid lagi.[62] Ceres direklasifikasi lanjut pada tahun 2006 sebagai planet katai.[63]

Kelompok asteroid

Asteroid pada sabuk utama dibagi menjadi kelompok dan keluarga asteroid bedasarkan sifat-sifat orbitnya. satelit asteroid adalah asteroid yang mengedari asteroid yang lebih besar. Mereka tidak mudah dibedakan dari satelit-satelit planet, kadang kala hampir sebesar pasangannya. Sabuk asteroid juga memiliki komet sabuk utama yang mungkin merupakan sumber air bumi.[64]

Asteroid-asteroid Trojan terletak di titik L4 atau L5 Jupiter (daerah gravitasi stabil yang berada di depan dan belakang sebuah orbit planet), sebutan "trojan" sering digunakan untuk objek-objek kecil pada Titik Langrange dari sebuah planet atau satelit.[65] Kelompok Asteroid Hilda terletak di orbit resonansi 2:3 dari Jupiter, yang artinya kelompok ini mengedari Matahari tiga kali untuk setiap dua edaran Jupiter.

Bagian dalam Tata Surya juga dipenuhi oleh asteroid liar, yang banyak memotong orbit-orbit planet planet bagian dalam.

Tata Surya bagian luar

Pada bagian luar dari Tata Surya terdapat gas-gas raksasa dengan satelit-satelitnya yang berukuran planet. Banyak komet berperioda pendek termasuk beberapa Centaur, juga berorbit di daerah ini. Badan-badan padat di daerah ini mengandung jumlah volatil (contoh: air, amonia, metan, yang sering disebut "es" dalam peristilahan ilmu keplanetan) yang lebih tinggi dibandingkan planet batuan di bagian dalam Tata Surya.

Planet-planet luar

Raksasa-raksasa gas dalam Tata Surya dan Matahari, berdasarkan skala

Keempat planet luar, yang disebut juga planet raksasa gas atau planet jovian, secara keseluruhan mencakup 99 persen massa yang mengorbit Matahari. Jupiter dan Saturnus sebagian besar mengandung hidrogen dan helium; Uranus dan Neptunus memiliki proporsi es yang lebih besar. Para astronom mengusulkan bahwa keduanya dikategorikan sendiri sebagai raksasa es.[66] Keempat raksasa gas ini semuanya memiliki cincin, meski hanya sistem cincin Saturnus yang dapat dilihat dengan mudah dari bumi.

Jupiter
Jupiter (5,2 SA), dengan 318 kali massa bumi, adalah 2,5 kali massa dari gabungan seluruh planet lainnya. Kandungan utamanya adalah hidrogen dan helium. Sumber panas di dalam Jupiter menyebabkan timbulnya beberapa ciri semi-permanen pada atmosfernya, sebagai contoh pita pita awan dan Bintik Merah Raksasa. Sejauh yang diketahui Jupiter memiliki 63 satelit. Empat yang terbesar, Ganimede, Kalisto, Io, dan Europa menampakan kemiripan dengan planet kebumian, seperti gunung berapi dan inti yang panas.[67] Ganimede, yang merupakan satelit terbesar di Tata Surya, berukuran lebih besar dari Merkurius.
Saturnus
Saturnus (9,5 SA) yang dikenal dengan sistem cincinnya, memiliki beberapa kesamaan dengan Jupiter, sebagai contoh komposisi atmosfernya. Meskipun Saturnus sebesar 60% volume Jupiter, planet ini hanya memiliki massa kurang dari sepertiga Jupiter atau 95 kali massa bumi, membuat planet ini sebuah planet yang paling tidak padat di Tata Surya.[68] Saturnus memiliki 60 satelit yang diketahui sejauh ini (dan 3 yang belum dipastikan) dua di antaranya Titan dan Enceladus, menunjukan aktivitas geologis, meski hampir terdiri hanya dari es saja.[69] Titan berukuran lebih besar dari Merkurius dan merupakan satu-satunya satelit di Tata Surya yang memiliki atmosfer yang cukup berarti.
Uranus
Uranus (19,6 SA) yang memiliki 14 kali massa bumi, adalah planet yang paling ringan di antara planet-planet luar. Planet ini memiliki kelainan ciri orbit. Uranus mengedari Matahari dengan bujkuran poros 90 derajat pada ekliptika. Planet ini memiliki inti yang sangat dingin dibandingkan gas raksasa lainnya dan hanya sedikit memancarkan energi panas.[70] Uranus memiliki 27 satelit yang diketahui, yang terbesar adalah Titania, Oberon, Umbriel, Ariel dan Miranda.
Neptunus
Neptunus (30 SA) meskipun sedikit lebih kecil dari Uranus, memiliki 17 kali massa bumi, sehingga membuatnya lebih padat. Planet ini memancarkan panas dari dalam tetapi tidak sebanyak Jupiter atau Saturnus.[71] Neptunus memiliki 13 satelit yang diketahui. Yang terbesar, Triton, geologinya aktif, dan memiliki geyser nitrogen cair.[72] Triton adalah satu-satunya satelit besar yang orbitnya terbalik arah (retrograde). Neptunus juga didampingi beberapa planet minor pada orbitnya, yang disebut Trojan Neptunus. Benda-benda ini memiliki resonansi 1:1 dengan Neptunus.

Komet

Komet Hale-Bopp

Komet adalah badan Tata Surya kecil, biasanya hanya berukuran beberapa kilometer, dan terbuat dari es volatil. Badan-badan ini memiliki eksentrisitas orbit tinggi, secara umum perihelion-nya terletak di planet-planet bagian dalam dan letak aphelion-nya lebih jauh dari Pluto. Saat sebuah komet memasuki Tata Surya bagian dalam, dekatnya jarak dari Matahari menyebabkan permukaan esnya bersumblimasi dan berionisasi, yang menghasilkan koma, ekor gas dan debu panjang, yang sering dapat dilihat dengan mata telanjang.[73]

Komet berperioda pendek memiliki kelangsungan orbit kurang dari dua ratus tahun. Sedangkan komet berperioda panjang memiliki orbit yang berlangsung ribuan tahun. Komet berperioda pendek dipercaya berasal dari Sabuk Kuiper,[74] sedangkan komet berperioda panjang, seperti Hale-bopp, berasal dari Awan Oort. Banyak kelompok komet, seperti Kreutz Sungrazers, terbentuk dari pecahan sebuah induk tunggal.[75] Sebagian komet berorbit hiperbolik mungking berasal dari luar Tata Surya, tetapi menentukan jalur orbitnya secara pasti sangatlah sulit.[76] Komet tua yang bahan volatilesnya telah habis karena panas Matahari sering dikategorikan sebagai asteroid.[77]

Centaur

Centaur adalah benda-benda es mirip komet yang poros semi-majornya lebih besar dari Jupiter (5,5 SA) dan lebih kecil dari Neptunus (30 SA). Centaur terbesar yang diketahui adalah, 10199 Chariklo, berdiameter 250 km.[78] Centaur temuan pertama, 2060 Chiron, juga diklasifikasikan sebagai komet (95P) karena memiliki koma sama seperti komet kalau mendekati Matahari.[79] Beberapa astronom mengklasifikasikan Centaurs sebagai objek sabuk Kuiper sebaran-ke-dalam (inward-scattered Kuiper belt objects), seiring dengan sebaran keluar yang bertempat di piringan tersebar (outward-scattered residents of the scattered disc).[80]

Daerah trans-Neptunus

Plot seluruh objek sabuk Kuiper
Diagram yang menunjukkan pembagian sabuk Kuiper

Daerah yang terletak jauh melampaui Neptunus, atau daerah trans-Neptunus, sebagian besar belum dieksplorasi. Menurut dugaan daerah ini sebagian besar terdiri dari dunia-dunia kecil (yang terbesar memiliki diameter seperlima bumi dan bermassa jauh lebih kecil dari bulan) dan terutama mengandung batu dan es. Daerah ini juga dikenal sebagai daerah luar Tata Surya, meskipun berbagai orang menggunakan istilah ini untuk daerah yang terletak melebihi sabuk asteroid.

Sabuk Kuiper

Sabuk Kuiper adalah sebuah cincin raksasa mirip dengan sabuk asteroid, tetapi komposisi utamanya adalah es. Sabuk ini terletak antara 30 dan 50 SA, dan terdiri dari benda kecil Tata Surya. Meski demikian, beberapa objek Kuiper yang terbesar, seperti Quaoar, Varuna, dan Orcus, mungkin akan diklasifikasikan sebagai planet katai. Para ilmuwan memperkirakan terdapat sekitar 100.000 objek Sabuk Kuiper yang berdiameter lebih dari 50 km, tetapi diperkirakan massa total Sabuk Kuiper hanya sepersepuluh massa bumi.[21] Banyak objek Kuiper memiliki satelit ganda dan kebanyakan memiliki orbit di luar bidang eliptika.

Sabuk Kuiper secara kasar bisa dibagi menjadi "sabuk klasik" dan resonansi. Resonansi adalah orbit yang terkait pada Neptunus (contoh: dua orbit untuk setiap tiga orbit Neptunus atau satu untuk setiap dua). Resonansi yang pertama bermula pada Neptunus sendiri. Sabuk klasik terdiri dari objek yang tidak memiliki resonansi dengan Neptunus, dan terletak sekitar 39,4 SA sampai 47,7 SA.[81] Anggota dari sabuk klasik diklasifikasikan sebagai cubewanos, setelah anggota jenis pertamanya ditemukan (15760) 1992QB1 [82]

Pluto dan Charon
Pluto dan ketiga satelitnya

Pluto (rata-rata 39 SA), sebuah planet katai, adalah objek terbesar sejauh ini di Sabuk Kuiper. Ketika ditemukan pada tahun 1930, benda ini dianggap sebagai planet yang kesembilan, definisi ini diganti pada tahun 2006 dengan diangkatnya definisi formal planet. Pluto memiliki kemiringan orbit cukup eksentrik (17 derajat dari bidang ekliptika) dan berjarak 29,7 SA dari Matahari pada titik prihelion (sejarak orbit Neptunus) sampai 49,5 SA pada titik aphelion.

Tidak jelas apakah Charon, satelit Pluto yang terbesar, akan terus diklasifikasikan sebagai satelit atau menjadi sebuah planet katai juga. Pluto dan Charon, keduanya mengedari titik barycenter gravitasi di atas permukaannya, yang membuat Pluto-Charon sebuah sistem ganda. Dua satelit yang jauh lebih kecil Nix dan Hydra juga mengedari Pluto dan Charon. Pluto terletak pada sabuk resonan dan memiliki 3:2 resonansi dengan Neptunus, yang berarti Pluto mengedari Matahari dua kali untuk setiap tiga edaran Neptunus. Objek sabuk Kuiper yang orbitnya memiliki resonansi yang sama disebut plutino.[83]

Haumea dan Makemake

Haumea (rata-rata 43,34 SA) dan Makemake (rata-rata 45,79 SA) adalah dua objek terbesar sejauh ini di dalam sabuk Kuiper klasik. Haumea adalah sebuah objek berbentuk telur dan memiliki dua satelit. Makemake adalah objek paling cemerlang di sabuk Kuiper setelah Pluto. Pada awalnya dinamai 2003 EL61 dan 2005 FY9, pada tahun 2008 diberi nama dan status sebagai planet katai. Orbit keduanya berinklinasi jauh lebih membujur dari Pluto (28° dan 29°) [84] dan lain seperti Pluto, keduanya tidak dipengaruhi oleh Neptunus, sebagai bagian dari kelompok Objek Sabuk Kuiper klasik.

Piringan tersebar

Hitam: tersebar; biru: klasik; hijau: resonan
Eris dan satelitnya Dysnomia

Piringan tersebar berpotongan dengan sabuk Kuiper dan menyebar keluar jauh lebih luas. Daerah ini diduga merupakan sumber komet berperioda pendek. Objek piringan tersebar diduga terlempar ke orbit yang tidak menentu karena pengaruh gravitasi dari gerakan migrasi awal Neptunus. Kebanyakan objek piringan tersebar memiliki perihelion di dalam sabuk Kuiper dan apehelion hampir sejauh 150 SA dari Matahari. Orbit OPT juga memiliki inklinasi tinggi pada bidang ekliptika dan sering hampir bersudut siku-siku. Beberapa astronom menggolongkan piringan tersebar hanya sebagai bagian dari sabuk Kuiper dan menjuluki piringan tersebar sebagai "objek sabuk Kuiper tersebar".[85]

Eris

Eris (rata-rata 68 SA) adalah objek piringan tersebar terbesar sejauh ini dan menyebabkan mulainya debat tentang definisi planet, karena Eris hanya 5% lebih besar dari Pluto dan memiliki perkiraan diameter sekitar 2.400 km. Eris adalah planet katai terbesar yang diketahui dan memiliki satu satelit, Dysnomia.[86] Seperti Pluto, orbitnya memiliki eksentrisitas tinggi, dengan titik perihelion 38,2 SA (mirip jarak Pluto ke Matahari) dan titik aphelion 97,6 SA dengan bidang ekliptika sangat membujur.

Daerah terjauh

Titik tempat Tata Surya berakhir dan ruang antar bintang mulai tidaklah persis terdefinisi. Batasan-batasan luar ini terbentuk dari dua gaya tekan yang terpisah: angin surya dan gravitasi Matahari. Batasan terjauh pengaruh angin surya kira kira berjarak empat kali jarak Pluto dan Matahari. Heliopause ini disebut sebagai titik permulaan medium antar bintang. Akan tetapi Bola Roche Matahari, jarak efektif pengaruh gravitasi Matahari, diperkirakan mencakup sekitar seribu kali lebih jauh.

Heliopause

Voyager memasuki heliosheath

Heliopause dibagi menjadi dua bagian terpisah. Awan angin yang bergerak pada kecepatan 400 km/detik sampai menabrak plasma dari medium ruang antarbintang. Tabrakan ini terjadi pada benturan terminasi yang kira kira terletak di 80-100 SA dari Matahari pada daerah lawan angin dan sekitar 200 SA dari Matahari pada daerah searah jurusan angin. Kemudian angin melambat dramatis, memampat dan berubah menjadi kencang, membentuk struktur oval yang dikenal sebagai heliosheath, dengan kelakuan mirip seperti ekor komet, mengulur keluar sejauh 40 SA di bagian arah lawan angin dan berkali-kali lipat lebih jauh pada sebelah lainnya. Voyager 1 dan Voyager 2 dilaporkan telah menembus benturan terminasi ini dan memasuki heliosheath, pada jarak 94 dan 84 SA dari Matahari. Batasan luar dari heliosfer, heliopause, adalah titik tempat angin surya berhenti dan ruang antar bintang bermula.

Bentuk dari ujung luar heliosfer kemungkinan dipengaruhi dari dinamika fluida dari interaksi medium antar bintang dan juga medan magnet Matahari yang mengarah di sebelah selatan (sehingga memberi bentuk tumpul pada hemisfer utara dengan jarak 9 SA, dan lebih jauh daripada hemisfer selatan. Selebih dari heliopause, pada jarak sekitar 230 SA, terdapat benturan busur, jaluran ombak plasma yang ditinggalkan Matahari seiring edarannya berkeliling di Bima Sakti.

Sejauh ini belum ada kapal luar angkasa yang melewati heliopause, sehingga tidaklah mungkin mengetahui kondisi ruang antar bintang lokal dengan pasti. Diharapkan satelit NASA voyager akan menembus heliopause pada sekitar dekade yang akan datang dan mengirim kembali data tingkat radiasi dan angin surya. Dalam pada itu, sebuah tim yang dibiayai NASA telah mengembangkan konsep "Vision Mission" yang akan khusus mengirimkan satelit penjajak ke heliosfer.

Awan Oort

Gambaran seorang artis tentang Awan Oort

Secara hipotesis, Awan Oort adalah sebuah massa berukuran raksasa yang terdiri dari bertrilyun-triliun objek es, dipercaya merupakan sumber komet berperioda panjang. Awan ini menyelubungi matahari pada jarak sekitar 50.000 SA (sekitar 1 tahun cahaya) sampai sejauh 100.000 SA (1,87 tahun cahaya). Daerah ini dipercaya mengandung komet yang terlempar dari bagian dalam Tata Surya karena interaksi dengan planet-planet bagian luar. Objek Awan Oort bergerak sangat lambat dan bisa digoncangkan oleh situasi-situasi langka seperti tabrakan, effek gravitasi dari laluan bintang, atau gaya pasang galaksi, gaya pasang yang didorong Bima Sakti.[87][88]

Sedna

Foto teleskop Sedna

90377 Sedna (rata-rata 525,86 SA) adalah sebuah benda kemerahan mirip Pluto dengan orbit raksasa yang sangat eliptis, sekitar 76 SA pada perihelion dan 928 SA pada aphelion dan berjangka orbit 12.050 tahun. Mike Brown, penemu objek ini pada tahun 2003, menegaskan bahwa Sedna tidak merupakan bagian dari piringan tersebar ataupun sabuk Kuiper karena perihelionnya terlalu jauh dari pengaruh migrasi Neptunus. Dia dan beberapa astronom lainnya berpendapat bahwa Sedna adalah objek pertama dari sebuah kelompok baru, yang mungkin juga mencakup 2000 CR105. Sebuah benda bertitik perihelion pada 45 SA, aphelion pada 415 SA, dan berjangka orbit 3.420 tahun. Brown menjuluki kelompok ini "Awan Oort bagian dalam", karena mungkin terbentuk melalui proses yang mirip, meski jauh lebih dekat ke Matahari. Kemungkinan besar Sedna adalah sebuah planet katai, meski bentuk kebulatannya masih harus ditentukan dengan pasti.

Batasan-batasan

Banyak hal dari Tata Surya kita yang masih belum diketahui. Medan gravitasi Matahari diperkirakan mendominasi gaya gravitasi bintang-bintang sekeliling sejauh dua tahun cahaya (125.000 SA). Perkiraan bawah radius Awan Oort, di sisi lain, tidak lebih besar dari 50.000 SA.[89] Sekalipun Sedna telah ditemukan, daerah antara Sabuk Kuiper dan Awan Oort, sebuah daerah yang memiliki radius puluhan ribu SA, bisa dikatakan belum dipetakan. Selain itu, juga ada studi yang sedang berjalan, yang mempelajari daerah antara Merkurius dan matahari.[90] Objek-objek baru mungkin masih akan ditemukan di daerah yang belum dipetakan.

Dimensi

Berikut perbandingan beberapa ukuran penting planet-planet di Tata Surya.

Karakteristik Merkurius Venus Bumi Mars Jupiter Saturnus Uranus Neptunus
Jarak edaran (juta km) (SA) 57,91 (0,39) 108,21 (0,72) 149,60 (1,00) 227,94 (1,52) 778,41 (5,20) 1.426,72 (9,54) 2.870,97 (19,19) 4.498,25 (30,07)
Jangka revolusi (tahun) 0,24 (88 hari) 0,62 (224 hari) 1,00 1,88 11,86 29,45 84,02 164,79
Jangka rotasi 58,65 hari 243,02 hari 23 jam 56 menit 24 jam 37 menit 9 jam 55 menit 10 jam 47 menit 17 jam 14 menit 16 jam 7 menit
Eksentrisitas edaran 0,206 0,007 0,017 0,093 0,048 0,054 0,047 0,009
Inklinasi orbit terhadap ekliptika (°) 7,00 3,39 0,00 1,85 1,31 2,48 0,77 1,77
Inklinasi ekuator terhadap orbit (°) 0,00 177,36 23,45 25,19 3,12 26,73 97,86 29,58
Diameter ekuator (km) 4.879 12.104 12.756 6.805 142.984 120.536 51.118 49.528
Massa (dibanding Bumi) 0,06 0,81 1,00 0,15 317,8 95,2 14,5 17,1
Kepadatan rata-rata (g/cm³) 5,43 5,24 5,52 3,93 1,33 0,69 1,27 1,64
Suhu permukaan min. -173 °C +437 °C -89 °C -133 °C - - - -
rata-rata +167 °C +464 °C +15 °C -55 °C -108 °C -139 °C -197 °C -201 °C
maks. +427 °C +497 °C +58 °C +27 °C - - - -

Konteks galaksi

Lokasi Tata Surya di dalam galaksi Bima Sakti.
Lukisan artis dari Gelembung Lokal.

Tata Surya terletak di galaksi Bima Sakti, sebuah galaksi spiral yang berdiameter sekitar 100.000 tahun cahaya dan memiliki sekitar 200 miliar bintang.[91] Matahari berlokasi di salah satu lengan spiral galaksi yang disebut Lengan Orion.[92] Letak Matahari berjarak antara 25.000 dan 28.000 tahun cahaya dari pusat galaksi, dengan kecepatan orbit mengelilingi pusat galaksi sekitar 2.200 kilometer per detik.

Setiap revolusinya berjangka 225–250 juta tahun. Waktu revolusi ini dikenal sebagai tahun galaksi Tata Surya.[93] Apex Matahari, arah jalur Matahari di ruang semesta, dekat letaknya dengan rasi bintang Herkules terarah pada posisi akhir bintang Vega.[94]

Lokasi Tata Surya di dalam galaksi berperan penting dalam evolusi kehidupan di Bumi. Bentuk orbit bumi adalah mirip lingkaran dengan kecepatan hampir sama dengan lengan spiral galaksi, karenanya bumi sangat jarang menerobos jalur lengan. Lengan spiral galaksi memiliki konsentrasi supernova tinggi yang berpotensi bahaya sangat besar terhadap kehidupan di Bumi. Situasi ini memberi Bumi jangka stabilitas yang panjang yang memungkinkan evolusi kehidupan.[95]

Tata Surya terletak jauh dari daerah padat bintang di pusat galaksi. Di daerah pusat, tarikan gravitasi bintang-bintang yang berdekatan bisa menggoyang benda-benda di Awan Oort dan menembakan komet-komet ke bagian dalam Tata Surya. Ini bisa menghasilkan potensi tabrakan yang merusak kehidupan di Bumi.

Intensitas radiasi dari pusat galaksi juga memengaruhi perkembangan bentuk hidup tingkat tinggi. Walaupun demikian, para ilmuwan berhipotesis bahwa pada lokasi Tata Surya sekarang ini supernova telah memengaruhi kehidupan di Bumi pada 35.000 tahun terakhir dengan melemparkan pecahan-pecahan inti bintang ke arah Matahari dalam bentuk debu radiasi atau bahan yang lebih besar lainnya, seperti berbagai benda mirip komet.[96]

Daerah lingkungan sekitar

Lingkungan galaksi terdekat dari Tata Surya adalah sesuatu yang dinamai Awan Antarbintang Lokal, yaitu wilayah berawan tebal yang dikenal dengan nama Gelembung Lokal, yang terletak di tengah-tengah wilayah yang jarang. Gelembung Lokal ini berbentuk rongga mirip jam pasir yang terdapat pada medium antarbintang, dan berukuran sekitar 300 tahun cahaya. Gelembung ini penuh ditebari plasma bersuhu tinggi yang mungkin berasal dari beberapa supernova yang belum lama terjadi.[97]

Di dalam jarak sepuluh tahun cahaya (95 triliun km) dari Matahari, jumlah bintang relatif sedikit. Bintang yang terdekat adalah sistem kembar tiga Alpha Centauri, yang berjarak 4,4 tahun cahaya. Alpha Centauri A dan B merupakan bintang ganda mirip dengan Matahari, sedangkan Centauri C adalah katai merah (disebut juga Proxima Centauri) yang mengedari kembaran ganda pertama pada jarak 0,2 tahun cahaya.

Bintang-bintang terdekat berikutnya adalah sebuah katai merah yang dinamai Bintang Barnard (5,9 tahun cahaya), Wolf 359 (7,8 tahun cahaya) dan Lalande 21185 (8,3 tahun cahaya). Bintang terbesar dalam jarak sepuluh tahun cahaya adalah Sirius, sebuah bintang cemerlang dikategori 'urutan utama' kira-kira bermassa dua kali massa Matahari, dan dikelilingi oleh sebuah katai putih bernama Sirius B. Keduanya berjarak 8,6 tahun cahaya. Sisa sistem selebihnya yang terletak di dalam jarak 10 tahun cahaya adalah sistem bintang ganda katai merah Luyten 726-8 (8,7 tahun cahaya) dan sebuah kerdial merah bernama Ross 154 (9,7 tahun cahaya).[98]

Bintang tunggal terdekat yang mirip Matahari adalah Tau Ceti, yang terletak 11,9 tahun cahaya. Bintang ini kira-kira berukuran 80% berat Matahari, tetapi kecemerlangannya (luminositas) hanya 60%.[99] Planet luar Tata Surya terdekat dari Matahari, yang diketahui sejauh ini adalah di bintang Epsilon Eridani, sebuah bintang yang sedikit lebih pudar dan lebih merah dibandingkan mathari. Letaknya sekitar 10,5 tahun cahaya. Planet bintang ini yang sudah dipastikan, bernama Epsilon Eridani b, kurang lebih berukuran 1,5 kali massa Jupiter dan mengelilingi induk bintangnya dengan jarak 6,9 tahun cahaya.[100]

Lihat pula

Catatan

  1. ^ Kapitalisasi istilah ini beragam. Persatuan Astronomi Internasional, badan yang mengurusi masalah penamaan astronomis, menyebutkan bahwa seluruh objek astronomi dikapitalisasi namanya (Tata Surya). Namun, istilah ini juga sering ditemui dalam bentuk huruf kecil (tata surya)
  2. ^ Lihat Daftar satelit untuk semua satelit alami dari delapan planet dan lima planet katai.
  3. ^ Massa Tata Surya tidak termasuk Matahari, Jupiter, dan Saturnus, dapat dihitung dengan menambahkan semua massa objek terbesar yang dihitung dan menggunakan perhitungan kasar untuk massa awan Oort (sekitar 3 kali massa Bumi),,[20] sabuk Kuiper (sekitar 0,1 kali massa Bumi)[21] dan sabuk asteroid (sekitar 0,0005 kali massa Bumi)[22] dengan total massa ~37 kali massa Bumi, atau 8,1 persen massa di orbit di sekitar Matahari. Jika dikurangi dengan massa Uranus dan Neptunus (keduanya ~31 kali massa Bumi), sisanya ~6 kali massa Bumi merupakan 1,3 persen dari massa keseluruhan
  4. ^ Astronom mengukur jarak di dalam Tata Surya dengan satuan astronomi (SA). Satu SA jaraknya sekitar jarak rata-rata Matahari dan Bumi, atau 149.598.000 km. Pluto berjarak sekitar 38 SA dari Matahari, Jupiter 5,2 SA. Satu tahun cahaya adalah 63.240 SA.

Bacaan lebih lanjut

  • Abdullah, Mikrajuddin (2004). Sains Fisika SMP Untuk Kelas VII. Jakarta: Esis/Erlangga. ISBN 979-734-139-9.  (Indonesia)

Referensi

  1. ^ "Solar System Objects" [Objek Tata Surya]. NASA/JPL Solar System Dynamics. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 Juli 2021. Diakses tanggal 14 Agustus 2023. 
  2. ^ a b Pada 19 Desember 2023.
  3. ^ a b "Latest Published Data" [Data Publikasi Terbaru]. The International Astronomical Union Minor Planet Center. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 Maret 2019. Diakses tanggal 19 Desember 2023. 
  4. ^ Mumma, M. J.; Disanti, M. A.; Dello Russo, N.; Magee-Sauer, K.; Gibb, E.; Novak, R. (2003). "Remote infrared observations of parent volatiles in comets: A window on the early solar system" [Observasi sumber bahan volatil di komet melalui infrared jarak jauh: Sebuah jendela ke tata surya awal]. Advances in Space Research. 31 (12): 2563–2575. Bibcode:2003AdSpR..31.2563M. CiteSeerX 10.1.1.575.5091alt=Dapat diakses gratis. doi:10.1016/S0273-1177(03)00578-7. ISSN 0273-1177. 
  5. ^ "JPL Solar System Dynamics" [JPL Dinamika Tata Surya]. ssd.jpl.nasa.gov. Diakses tanggal 2023-06-10. 
  6. ^ Swedenborg, Emanuel. 1734, (Principia) Latin: Opera Philosophica et Mineralia (English: Philosophical and Mineralogical Works), (Principia, Volume 1)
  7. ^ See, T. J. J. (1909). "The Past History of the Earth as Inferred from the Mode of Formation of the Solar System". Proceedings of the American Philosophical Society. 48: 119. Diakses tanggal 2006-07-23. 
  8. ^ a b c M. M. Woolfson (1993). "The Solar System: Its Origin and Evolution". Journal of the Royal Astronomical Society. 34: 1–20. Diakses tanggal 2008-04-16. 
  9. ^ Benjamin Crowell (1998–2006). "5". Conservation Laws. lightandmatter.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-12-14. Diakses tanggal 2009-10-15. 
  10. ^ "Gerard Kuiper (1905 - 1973) | Astronomer". NASA Solar System Exploration. Diakses tanggal 2021-05-28. 
  11. ^ The Editors of Encyclopaedia Britannica, ed. (January 8, 2012). "Galilean telescope". Britannica. 
  12. ^ Mustofa, Agus. Mengarungi 'Arsy Allah. PADMA press. ISBN 978-979-1070-44-7. 
  13. ^ Williams, Matt (2017-04-16). "Who Discovered Uranus?". Universe Today (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-01-31. 
  14. ^ Breitman, Daniela (23 September 2016). "Today in science: Discovery of Neptune". EarthSky. Diakses tanggal 31 Januari 2021. 
  15. ^ McFadden, Lucy-Ann; Johnson, Torrence; Weissman, Paul (2006-12-18). Encyclopedia of the Solar System (dalam bahasa Inggris). Elsevier. hlm. 541. ISBN 978-0-08-047498-4. 
  16. ^ Stern, S. Alan (2014-01-01). Spohn, Tilman; Breuer, Doris; Johnson, Torrence V., ed. Encyclopedia of the Solar System (Third Edition) (dalam bahasa Inggris). Boston: Elsevier. hlm. 910–911. doi:10.1016/b978-0-12-415845-0.00042-6. ISBN 978-0-12-415845-0. 
  17. ^ Jewitt, D.; Morbidelli, A.; Rauer, H. (2007-11-13). Trans-Neptunian Objects and Comets: Saas-Fee Advanced Course 35. Swiss Society for Astrophysics and Astronomy (dalam bahasa Inggris). Springer Science & Business Media. hlm. 80. ISBN 978-3-540-71958-8. 
  18. ^ Dick, Steven J. (2019-03-21). Classifying the Cosmos: How We Can Make Sense of the Celestial Landscape (dalam bahasa Inggris). Springer. hlm. 123. ISBN 978-3-030-10380-4. 
  19. ^ M Woolfson (2000). "The origin and evolution of the solar system". Astronomy & Geophysics. 41: 1.12. doi:10.1046/j.1468-4004.2000.00012.x. 
  20. ^ Alessandro Morbidelli (2006). "Origin and dynamical evolution of comets and their reservoirs". CNRS, Observatoire de la Côte d’Azur. Diakses tanggal 2007-08-03. 
  21. ^ a b Audrey Delsanti and David Jewitt (2006). "The Solar System Beyond The Planets" (PDF). Institute for Astronomy, University of Hawaii. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2006-05-25. Diakses tanggal 2007-01-03. 
  22. ^ a b Krasinsky, G. A. (2002). "Hidden Mass in the Asteroid Belt". Icarus. 158 (1): 98–105. doi:10.1006/icar.2002.6837. 
  23. ^ "Second alignment plane of solar system discovered". ScienceDaily (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-01-31. 
  24. ^ Dones, Luke (1998). Schmitt, B.; De Bergh, C.; Festou, M., ed. Solar System Ices: Based on Reviews Presented at the International Symposium “Solar System Ices” held in Toulouse, France, on March 27–30, 1995. Astrophysics and Space Science Library (dalam bahasa Inggris). Dordrecht: Springer Netherlands. hlm. 711. doi:10.1007/978-94-011-5252-5_29. ISBN 978-94-011-5252-5. 
  25. ^ nineplanets.org. "An Overview of the Solar System". Diakses tanggal 2007-02-15. 
  26. ^ Amir Alexander (2006). "New Horizons Set to Launch on 9-Year Voyage to Pluto and the Kuiper Belt". The Planetary Society. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-02-22. Diakses tanggal 2006-11-08. 
  27. ^ a b c "The Final IAU Resolution on the definition of "planet" ready for voting". IAU. 2006-08-24. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-01-07. Diakses tanggal 2007-03-02. 
  28. ^ "Dwarf Planets and their Systems". Working Group for Planetary System Nomenclature (WGPSN). U.S. Geological Survey. 2008-11-07. Diakses tanggal 2008-07-13. 
  29. ^ "Plutoid chosen as name for Solar System objects like Pluto". International Astronomical Union (News Release – IAU0804), Paris. 11 June 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-06-13. Diakses tanggal 2008-06-11. 
  30. ^ Feaga, L (2007). "Asymmetries in the distribution of H2O and CO2 in the inner coma of Comet 9P/Tempel 1 as observed by Deep Impact". Icarus. 190: 345. Bibcode:2007Icar..190..345F. doi:10.1016/j.icarus.2007.04.009. 
  31. ^ Michael Zellik (2002). Astronomy: The Evolving Universe (edisi ke-9th). Cambridge University Press. hlm. 240. ISBN 0-521-80090-0. OCLC 223304585 46685453 Periksa nilai |oclc= (bantuan). 
  32. ^ Siregar, Suryadi (2017). Fisika Tata Surya (PDF). Bandung: Penerbit Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung. hlm. 7. ISBN 978-602-74668-6-9. 
  33. ^ Smart, R. L.; Carollo, D.; Lattanzi, M. G.; McLean, B.; Spagna, A. (2001). "The Second Guide Star Catalogue and Cool Stars". Perkins Observatory. Diakses tanggal 2006-12-26. 
  34. ^ Nir J. Shaviv (2003). "Towards a Solution to the Early Faint Sun Paradox: A Lower Cosmic Ray Flux from a Stronger Solar Wind". Journal of Geophysical Research. 108: 1437. doi:10.1029/2003JA009997. Diakses tanggal 20090126. 
  35. ^ T. S. van Albada, Norman Baker (1973). "On the Two Oosterhoff Groups of Globular Clusters". Astrophysical Journal. 185: 477–498. doi:10.1086/152434. 
  36. ^ Charles H. Lineweaver (2001-03-09). "An Estimate of the Age Distribution of Terrestrial Planets in the Universe: Quantifying Metallicity as a Selection Effect". University of New South Wales. Diakses tanggal 2006-07-23. 
  37. ^ "Solar Physics: The Solar Wind". Marshall Space Flight Center. 2006-07-16. Diakses tanggal 2006-10-03. 
  38. ^ Phillips, Tony (2001-02-15). "The Sun Does a Flip". Science@NASA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-05-12. Diakses tanggal 2007-02-04. 
  39. ^ A Star with two North Poles Diarsipkan 2009-07-18 di Wayback Machine., April 22, 2003, Science @ NASA
  40. ^ Riley, Pete; Linker, J. A.; Mikić, Z., "Modeling the heliospheric current sheet: Solar cycle variations", (2002) Journal of Geophysical Research (Space Physics), Volume 107, Issue A7, pp. SSH 8-1, CiteID 1136, DOI 10.1029/2001JA000299. (Full text Diarsipkan 2009-08-14 di Wayback Machine.)
  41. ^ Lundin, Richard (2001-03-09). "Erosion by the Solar Wind". Science 291 (5510): 1909. DOI:10.1126/science.1059763  abstract  full text.
  42. ^ Fazekas, Andrew (2017-11-08). "Sun Storm to Cause Stunning Auroras—Here's How to Watch". National Geographic News (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-01-31. 
  43. ^ Langner, U. W. (2005). "Effects of the position of the solar wind termination shock and the heliopause on the heliospheric modulation of cosmic rays". Advances in Space Research. 35 (12): 2084–2090. doi:10.1016/j.asr.2004.12.005. Diakses tanggal 2007-02-11. 
  44. ^ "Long-term Evolution of the Zodiacal Cloud". 1998. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-09-29. Diakses tanggal 2007-02-03. 
  45. ^ "ESA scientist discovers a way to shortlist stars that might have planets". ESA Science and Technology. 2003. Diakses tanggal 2007-02-03. 
  46. ^ Landgraf, M. (2002). "Origins of Solar System Dust beyond Jupiter". The Astronomical Journal. 123 (5): 2857–2861. doi:10.1086/339704. Diakses tanggal 2007-02-09. 
  47. ^ Denecke, Edward J. (2020-01-07). Let's Review Regents: Earth Science--Physical Setting 2020 (dalam bahasa Inggris). Simon and Schuster. hlm. 150. ISBN 978-1-5062-5398-5. 
  48. ^ Schenk P., Melosh H.J. (1994), Lobate Thrust Scarps and the Thickness of Mercury's Lithosphere, Abstracts of the 25th Lunar and Planetary Science Conference, 1994LPI....25.1203S
  49. ^ Bill Arnett (2006). "Mercury". The Nine Planets. Diakses tanggal 2006-09-14. 
  50. ^ Benz, W., Slattery, W. L., Cameron, A. G. W. (1988), Collisional stripping of Mercury's mantle, Icarus, v. 74, p. 516–528.
  51. ^ Cameron, A. G. W. (1985), The partial volatilization of Mercury, Icarus, v. 64, p. 285–294.
  52. ^ Mark Alan Bullock. "The Stability of Climate on Venus" (PDF). Southwest Research Institute. Diakses pada 26 Desember 2006. "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2007-06-14. Diakses tanggal 2009-04-07. 
  53. ^ Paul Rincon (1999). "Climate Change as a Regulator of Tectonics on Venus" (PDF). Johnson Space Center Houston, TX, Institute of Meteoritics, University of New Mexico, Albuquerque, NM. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2007-06-14. Diakses tanggal 2006-11-19. 
  54. ^ Anne E. Egger, M.A./M.S. "Earth's Atmosphere: Composition and Structure". VisionLearning.com. Diakses tanggal 2006-12-26. 
  55. ^ David Noever (2004). "Modern Martian Marvels: Volcanoes?". NASA Astrobiology Magazine. Diakses tanggal 2006-07-23. 
  56. ^ Scott S. Sheppard, David Jewitt, and Jan Kleyna (2004). "A Survey for Outer Satellites of Mars: Limits to Completeness". The Astronomical Journal. Diakses tanggal 2006-12-26. 
  57. ^ "Are Kuiper Belt Objects asteroids? Are large Kuiper Belt Objects planets?". Cornell University. Diakses tanggal 2009-03-01. 
  58. ^ Petit, J.-M.; Morbidelli, A.; Chambers, J. (2001). "The Primordial Excitation and Clearing of the Asteroid Belt" (PDF). Icarus. 153: 338–347. doi:10.1006/icar.2001.6702. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2007-02-21. Diakses tanggal 2007-03-22. 
  59. ^ "IAU Planet Definition Committee". International Astronomical Union. 2006. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-06-03. Diakses tanggal 2009-03-01. 
  60. ^ "New study reveals twice as many asteroids as previously believed". ESA. 2002. Diakses tanggal 2006-06-23. 
  61. ^ Beech, M. (1995). "On the Definition of the Term Meteoroid". Quarterly Journal of the Royal Astronomical Society. 36 (3): 281–284. Diakses tanggal 2006-08-31. 
  62. ^ "History and Discovery of Asteroids" (DOC). NASA. Diakses tanggal 2006-08-29. 
  63. ^ Williams, Matt (12 Agustus 2015). "The dwarf planet Ceres". phys.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-01-31. 
  64. ^ Phil Berardelli (2006). "Main-Belt Comets May Have Been Source Of Earths Water". SpaceDaily. Diakses tanggal 2006-06-23. 
  65. ^ Emery, J. P.; Marzari, F.; Morbidelli, A.; French, L. M.; Grav, T. (2015). Michel, Patrick; DeMeo, Francesca E.; Bottke, William F., ed. Asteroids IV. University of Arizona Press. hlm. 203. doi:10.2458/azu_uapress_9780816532131-ch011. ISBN 978-0-8165-3213-1. 
  66. ^ Jack J. Lissauer, David J. Stevenson (2006). "Formation of Giant Planets" (PDF). NASA Ames Research Center; California Institute of Technology. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2009-03-26. Diakses tanggal 2006-01-16. 
  67. ^ Pappalardo, R T (1999). "Geology of the Icy Galilean Satellites: A Framework for Compositional Studies". Brown University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-30. Diakses tanggal 2006-01-16. 
  68. ^ Choi, Charles Q. (13 Mei 2019). "Planet Saturn: Facts About Saturn's Rings, Moons & Size". Space.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-01-31. 
  69. ^ J. S. Kargel (1994). "Cryovolcanism on the icy satellites". U.S. Geological Survey. Diakses tanggal 2006-01-16. [pranala nonaktif permanen]
  70. ^ Hawksett, David; Longstaff, Alan; Cooper, Keith; Clark, Stuart (2005). "10 Mysteries of the Solar System". Astronomy Now. Diakses tanggal 2006-01-16. 
  71. ^ Podolak, M.; Reynolds, R. T.; Young, R. (1990). "Post Voyager comparisons of the interiors of Uranus and Neptune". NASA, Ames Research Center. Diakses tanggal 2006-01-16. 
  72. ^ Duxbury, N.S., Brown, R.H. (1995). "The Plausibility of Boiling Geysers on Triton". Beacon eSpace. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-04-26. Diakses tanggal 2006-01-16. 
  73. ^ Kramer, E. A.; Bauer, J. M.; Fernandez, Y. R.; Stevenson, R.; Mainzer, A. K.; Grav, T.; Masiero, J.; Nugent, C.; Sonnett, S. (2017). "The Perihelion Emission of Comet C/2010 L5 (WISE)". The Astrophysical Journal (dalam bahasa Inggris). 838: 1. doi:10.3847/1538-4357/aa5f59/pdf. 
  74. ^ Duncan, Martin; Quinn, Thomas; Tremaine, Scott (1988). "The Origin of Short-Period Comets". The Astrophysical Journal. 328: L72. A comet belt (the “ Kuiper belt ”) ... is plausible on cosmogonic grounds and appears to offer the most promising source for the SP comets... 
  75. ^ Sekanina, Zdenek (2001). "Kreutz sungrazers: the ultimate case of cometary fragmentation and disintegration?". Publications of the Astronomical Institute of the Academy of Sciences of the Czech Republic. 89 p.78–93. 
  76. ^ Królikowska, M. (2001). "A study of the original orbits of hyperbolic comets". Astronomy & Astrophysics. 376 (1): 316–324. doi:10.1051/0004-6361:20010945. Diakses tanggal 2007-01-02. 
  77. ^ Fred L. Whipple (1992-04). "The activities of comets related to their aging and origin". Diakses tanggal 2006-12-26.  [pranala nonaktif permanen]
  78. ^ John Stansberry, Will Grundy, Mike Brown, Dale Cruikshank, John Spencer, David Trilling, Jean-Luc Margot (2007). "Physical Properties of Kuiper Belt and Centaur Objects: Constraints from Spitzer Space Telescope". Diakses tanggal 2008-09-21. 
  79. ^ Patrick Vanouplines (1995). "Chiron biography". Vrije Universitiet Brussel. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-05-02. Diakses tanggal 2006-06-23. 
  80. ^ "List Of Centaurs and Scattered-Disk Objects". IAU: Minor Planet Center. Diakses tanggal 2007-04-02. 
  81. ^ M. W. Buie, R. L. Millis, L. H. Wasserman, J. L. Elliot, S. D. Kern, K. B. Clancy, E. I. Chiang, A. B. Jordan, K. J. Meech, R. M. Wagner, D. E. Trilling (2005). "Procedures, Resources and Selected Results of the Deep Ecliptic Survey". Lowell Observatory, University of Pennsylvania, Large Binocular Telescope Observatory, Massachusetts Institute of Technology, University of Hawaii, University of California at Berkeley. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-01-18. Diakses tanggal 2006-09-07. 
  82. ^ E. Dotto1, M.A. Barucci2, and M. Fulchignoni (2006-08-24). "Beyond Neptune, the new frontier of the Solar System" (PDF). Diakses tanggal 2006-12-26. 
  83. ^ Fajans, J., L. Frièdland (October 2001). "Autoresonant (nonstationary) excitation of pendulums, Plutinos, plasmas, and other nonlinear oscillators". American Journal of Physics 69 (10): 1096–1102. DOI:10.1119/1.1389278  abstract  full text.
  84. ^ Marc W. Buie (2008-04-05). "Orbit Fit and Astrometric record for 136472". SwRI (Space Science Department). Diakses tanggal 2008-07-13. 
  85. ^ David Jewitt (2005). "The 1000 km Scale KBOs". University of Hawaii. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2002-12-15. Diakses tanggal 2006-07-16. 
  86. ^ Mike Brown (2005). "The discovery of 2003 UB313 Eris, the 10th planet largest known dwarf planet". CalTech. Diakses tanggal 2006-09-15. 
  87. ^ Stern SA, Weissman PR. (2001). "Rapid collisional evolution of comets during the formation of the Oort cloud". Space Studies Department, Southwest Research Institute, Boulder, Colorado. Diakses tanggal 2006-11-19. 
  88. ^ Bill Arnett (2006). "The Kuiper Belt and the Oort Cloud". nineplanets.org. Diakses tanggal 2006-06-23. 
  89. ^ T. Encrenaz, JP. Bibring, M. Blanc, MA. Barucci, F. Roques, PH. Zarka (2004). The Solar System: Third edition. Springer. hlm. 1. 
  90. ^ Durda D.D.; Stern S.A.; Colwell W.B.; Parker J.W.; Levison H.F.; Hassler D.M. (2004). "A New Observational Search for Vulcanoids in SOHO/LASCO Coronagraph Images". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-08-30. Diakses tanggal 2006-07-23. 
  91. ^ A.D. Dolgov (2003). "Magnetic fields in cosmology". Diakses tanggal 2006-07-23. 
  92. ^ R. Drimmel, D. N. Spergel (2001). "Three Dimensional Structure of the Milky Way Disk". Diakses tanggal 2006-07-23. 
  93. ^ Leong, Stacy (2002). "Period of the Sun's Orbit around the Galaxy (Cosmic Year". The Physics Factbook. Diakses tanggal 2007-04-02. 
  94. ^ C. Barbieri (2003). "Elementi di Astronomia e Astrofisica per il Corso di Ingegneria Aerospaziale V settimana". IdealStars.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2005-05-14. Diakses tanggal 2007-02-12. 
  95. ^ Leslie Mullen (2001). "Galactic Habitable Zones". Astrobiology Magazine. Diakses tanggal 2006-06-23. 
  96. ^ "Supernova Explosion May Have Caused Mammoth Extinction". Physorg.com. 2005. Diakses tanggal 2007-02-02. 
  97. ^ "Near-Earth Supernovas". NASA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-03-13. Diakses tanggal 2006-07-23. 
  98. ^ "Stars within 10 light years". SolStation. Diakses tanggal 2007-04-02. 
  99. ^ "Tau Ceti". SolStation. Diakses tanggal 2007-04-02. 
  100. ^ "HUBBLE ZEROES IN ON NEAREST KNOWN EXOPLANET". Hubblesite. 2006. Diakses tanggal 2008-01-13. 

Pranala luar