Penelitian klinis
Penelitian klinis (bahasa Inggris: clinical research) adalah cabang ilmu kesehatan yang menentukan keamanan dan efektivitas (efikasi) medikasi, peralatan medis, produk diagnostik, dan terapi pengobatan yang ditujukan untuk digunakan manusia. Produk-produk tersebut dapat digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis, atau untuk menghilangkan gejala penyakit. Penelitian klinis berbeda dengan praktik klinis. Dalam praktik klinis, terapi yang digunakan adalah terapi yang telah terbukti, sedangkan dalam penelitian klinis, bukti-bukti dikumpulkan untuk menetapkan terapi atau penanganan.
Gambaran umum
[sunting | sunting sumber]Istilah "penelitian klinis" mengacu pada keseluruhan bibliografi dari obat, alat, atau produk biologis, sejak awal pembuatannya di laboratorium hingga diperkenalkan ke konsumen dan seterusnya. Setelah kandidat atau molekul yang menjanjikan berhasil diidentifikasi di laboratorium, ia akan menjalani studi praklinis atau studi pada hewan untuk menjalani berbagai aspek pengujian (termasuk toksisitas keamanannya, jika ada, dan efikasinya, jika memungkinkan pada tahap awal ini).[1][2][3]
Penelitian klinis sering dilakukan di pusat-pusat akademi medis dan tempat-tempat studi penelitian yang terkait. Pusat-pusat dan tempat-tempat ini memberikan prestise bagi institusi akademis serta akses ke area metropolitan yang lebih besar dan menyediakan peserta medis yang lebih besar. Pusat kesehatan akademis ini sering kali memiliki Dewan Peninjau Institusional internal yang mengawasi perilaku etis penelitian medis.[4]
Ekosistem penelitian klinis melibatkan jaringan yang kompleks, termasuk perusahaan farmasi dan lembaga penelitian akademis. Hal ini menyebabkan berkembangnya bidang teknologi yang digunakan untuk mengelola data dan faktor operasional penelitian klinis. Manajemen penelitian klinis sering kali dibantu oleh sistem elektronik untuk membantu mengotomatiskan pengelolaan dan pelaksanaan uji klinis.[butuh rujukan]
Tahapan
[sunting | sunting sumber]Uji klinis yang melibatkan obat baru biasanya dikelompokkan dalam empat fase atau tahapan. Setiap tahapan proses persetujuan obat diperlakukan sebagai uji klinis yang terpisah. Proses pengembangan obat biasanya akan berlanjut melalui keempat fase selama bertahun-tahun. Jika obat berhasil melewati tahap I, II, dan III, biasanya obat tersebut akan disetujui oleh badan pengawas nasional untuk digunakan oleh populasi umum. Fase IV adalah studi 'pasca-persetujuan'.
Tahap I mencakup 20 hingga 100 sukarelawan sehat atau individu dengan penyakit atau kondisi tertentu. Penelitian ini biasanya berlangsung beberapa bulan dan bertujuan untuk mengetahui keamanan dan dosis. Tahap II mencakup lebih banyak peserta dengan kisaran 100–300 orang, dan tahap III mencakup sekitar 1.000–3.000 peserta untuk mengumpulkan lebih banyak data tentang obat.[5] Sekitar 70% obat maju ke fase berikutnya.[6]
Sebelum perusahaan farmasi memulai uji klinis pada suatu obat, mereka melakukan studi praklinis yang ekstensif.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Creswell, J.W. (2008). Educational research: Planning, conducting, and evaluating quantitative and qualitative research (3rd). Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall. 2008, p. 300. ISBN 0-13-613550-1
- ^ "Professional Medical Writing". Diarsipkan dari versi asli tanggal October 30, 2016. Diakses tanggal October 29, 2016.
- ^ "Adaptive Clinical Trials for Overcoming Research Challenges". News-medical.net. Diakses tanggal 2014-01-04.
- ^ Mohamadi, Amin; Asghari, Fariba; Rashidian, Arash (2014). "Continuing review of ethics in clinical trials: a surveillance study in Iran". Journal of Medical Ethics and History of Medicine. 7: 22. PMC 4648212 . PMID 26587202.
- ^ "The Basics". National Institutes of Health. 20 October 2017.
- ^ "The Drug Development Process". fda.gov.