iBet uBet web content aggregator. Adding the entire web to your favor.
iBet uBet web content aggregator. Adding the entire web to your favor.



Link to original content: http://id.wikipedia.org/wiki/Ragunan
Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Lompat ke isi

Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Ragunan)
Ragunan
Negara Indonesia
ProvinsiDaerah Khusus Ibukota Jakarta
Kota AdministrasiJakarta Selatan
KecamatanPasar Minggu
Kodepos
12550
Kode Kemendagri31.74.04.1004 Edit nilai pada Wikidata
Kode BPS3171020002 Edit nilai pada Wikidata
Peta
PetaKoordinat: 6°17′52.44″S 106°49′14.16″E / 6.2979000°S 106.8206000°E / -6.2979000; 106.8206000


Kelurahan Ragunan, Pasar Minggu memiliki kode pos 12550

Kelurahan ini terletak di kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Di kelurahan ini terletak Kebun Binatang Ragunan.

Kelurahan ini memiliki penduduk sebesar ... jiwa dan luas ... km2.

Kelurahan ini berbatasan dengan ... di sebelah utara, Kelurahan Cilandak Timur; Kecamatan Cilandak di sebelah barat, Kelurahan Jatipadang ... di sebelah timur dan Kelurahan Jagakarsa; Kecamatan Jagakarsa di sebelah selatan.

Nama Ragunan berasal dari Pangeran Wiraguna, yaitu gelaran yang disandang tuan tanah pertama kawasan itu, Hendrik Lucaasz Cardeel, yang diperolehnya dari Sultan Banten Abunasar Abdul Qahar, yang biasa disebut Sultan Haji, putra Sultan Ageng Tirtayasa.

Menarik untuk disimak, bagaimana seorang Belanda kelahiran Steenwijk, dianugerahi gelar begitu tinggi oleh Sultan Banten, musuh Belanda. Sekilas, rangkaian peristiwanya mungkin dapat digambarkan sebagai berikut.

Pada tahun 1675 dari Banten terbetik berita, bahwa sebagian dari Keraton Surasowan, tempat bertahtanya Sultan Ageng Tirtayasa, terbakar Dua bulan setelah kebakaran itu datanglah Hendrik Lucaasz. Cardeel, seorang juru bangunan, mengaku melarikan diri dari Batavia, karena ingin memeluk agama Islam dan membaktikan dirinya kepada Sultan Banten. Bak pucuk dicinta, ulam pun tiba, Sultan sedang membutuhkan ahli bangunan yang berpengalaman, tanpa dicari datang sendiri. Kemudian Cardeel ditugaskan oleh Sultan untuk memimpin pembangunan istana, dan kemudian bangunan – bangunan lainnya, termasuk bendungan dan istana peristirahatan di sebelah hulu CiBanten, yang kemudian dikenal dengan sebutan bendungan dan istana Tirtayasa.

Seluruh perhatian sultan Tirtayasa seolah – olah tersita kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh Cardeel. Rupanya tidak sedikit pun terlintas dalam pikirannya untuk melakukan suatu gerakan militer ke Batavia, ketika sebagian besar kekuatan Kompeni sedang dikerahkan ke Jawa Tengah dan Jawa Timur dalam rangka “membantu” Mataram menghadapi Pangeran Trunojoyo, dari tahun 1677 sampai akhir tahun 1681.

Dalam pada itu Sultan Haji, terus–menerus mendesak agar dia segera dinobatkan menjadi Sultan. Akhirnya terjadilah perang perebutan tahta antara ayah dan anak. Dalam keadaan terdesak, Sultan Haji mengirim utusan ke Batavia, untuk meminta bantuan Kompeni. Dengan bantuan Kompeni akhirnya Sultan Haji berhasil menduduki tahta Kesultanan Banten, sudah barang tentu dengan keharusan memenuhi segala tuntutan penolongnya, Belanda.

Adapun yang diutus ke Batavia, untuk meminta bantuan itu, tidak lain tidak bukan, adalah Kiai Aria Wiraguna, alias Cardeel. Atas jasanya itu, Cardeel ditingkatkan gelarannya, menjadi Pangeran Wiraguna.

Beberapa tahun kemudian oleh Pangeran Wiraguna Kesultanan Banten terasa sempit, karena semakin banyak yang tidak menyukainya. Pada tahun 1689 Cardeel pamit kepada Sultan, dengan dalih akan pulang dahulu kenegerinya. Tetapi ternyata dia terus menetap di Batavia, kembali memeluk agama Kristen dan menjadi tuan tanah yang kaya raya. Tanahnya yang terluas adalah dikawasan yang namanya sampai dewasa ini mengingatkan kita pada seseorang Belanda zaman VOC yang sangat beruntung, Hendrik Lucaasz Cardeel bergelar Pangeran Wiraguna.[1] Letak makamnya sekarang sudah tidak terlacak namun namanya tetap terabadikan.

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Sumber De Haan 1910, 1911, 1935; Colenbrander 1925, jilid 2