Delapan puluh lima martir Inggris dan Wales
Delapan puluh lima Martir Inggris dan Wales | |
---|---|
Meninggal | Antara 1584 dan 1679 Inggris dan Wales |
Dihormati di | Gereja Katolik |
Beatifikasi | 22 November 1987 oleh Paus Yohanes Paulus II |
Delapan puluh lima Martir Inggris dan Wales adalah sekelompok orang yang dieksekusi atas tuduhan pengkhianatan[1] dan pelanggaran terkait di Kerajaan Inggris antara tahun 1584 dan 1679. Dari kedelapan puluh lima martir ini, tujuh puluh lima (enam puluh satu imam dan empat belas umat awam) di antaranya dieksekusi berdasarkan Jesuits, etc. Act 1584.[2]
Mereka dipandang sebagai martir dalam Gereja Katolik Roma dan dibeatifikasi pada tanggal 22 November 1987 oleh Paus Yohanes Paulus II.
Daftar nama individu
[sunting | sunting sumber]Mereka dipilih dari sejumlah imam dan umat awam yang dieksekusi antara tahun 1584 dan 1679. Nama-nama mereka adalah:
- John Adams
- Thomas Atkinson
- Edward Bamber
- George Beesley
- Arthur Bell
- Thomas Belson
- Robert Bickerdike
- Alexander Blake
- Marmaduke Bowes
- John Bretton
- Thomas Bullaker
- Edward Burden
- Roger Cadwallador
- William Carter
- Alexander Crow
- William Davies
- Robert Dibdale
- George Douglas
- Robert Drury
- Edmund Duke
- George Errington
- Roger Filcock
- John Fingley
- Matthew Flathers
- Richard Flower
- Nicholas Garlick
- William Gibson
- Ralph Grimston
- Robert Grissold
- John Hambley
- Robert Hardesty
- George Haydock
- Henry Heath
- Richard Hill
- John Hogg
- Richard Holiday
- Nicholas Horner
- Thomas Hunt
- Thurstan Hunt
- Francis Ingleby
- William Knight
- Joseph Lambton
- William Lampley
- John Lowe
- Robert Ludlam
- Charles Mahoney
- Robert Middleton
- George Nichols
- John Norton
- Robert Nutter
- Edward Osbaldeston
- Anthony Page
- Thomas Palasor
- William Pike
- Thomas Pilchard
- Thomas Pormort
- Nicholas Postgate
- Humphrey Pritchard
- Christopher Robinson
- Stephen Rowsham
- John Sandys
- Montford Scott
- Richard Sergeant
- Richard Simpson
- Peter Snow
- William Southerne
- William Spenser
- Thomas Sprott
- John Sugar
- Robert Sutton
- Edmund Sykes
- John Talbot
- Hugh Taylor
- William Thomson
- Robert Thorpe
- John Thules
- Edward Thwing
- Thomas Watkinson
- Henry Webley
- Christopher Wharton
- Thomas Whittaker
- John Woodcock
- Nicholas Woodfen
- Roger Wrenno
- Richard Yaxley
Hari peringatan liturgis
[sunting | sunting sumber]Di Inggris, para martir ini, bersama-sama dengan martir-martir yang dibeatifikasi antara tahun 1886 dan 1929, diperingati dengan sebuah peringatan pada 4 Mei. Pada hari yang sama ini juga diperingati Empat Puluh Martir Inggris dan Wales yang dihormati sebagai santo/santa; Empat Puluh Martir tersebut juga diperingati secara tersendiri pada 25 Oktober sampai kalender liturgi Inggris direvisi pada tahun 2000.[3]
Di Wales, 4 Mei adalah hari peringatan khusus bagi para martir Inggris dan Wales yang sudah dibeatifikasi. Setidaknya dua dari antara para martir yang disebut dalam kelompok 85 martir ini - William Davies dan Charles Mahoney - memiliki keterkaitan dengan Wales. Dalam kalender Wales, 25 Oktober masih dipertahankan sebagai pesta atau peringatan tersendiri bagi 'Enam Martir Wales dan kawan-kawan mereka', sebagaimana Keempat Puluh Martir yang telah dikanonisasi itu dikenal di Wales.[4][5]
Konteks historis dan tuduhan pengkhianatan
[sunting | sunting sumber]Ratu Elizabeth I diekskomunikasi oleh Paus Pius V, pada 25 Februari 1570, sehingga menciptakan situasi yang penuh kekacauan bagi umat Katolik Inggris. Sejumlah umat Katolik bertindak atasnya begitu deklarasi ini dibuat, dan sejumlah umat, di bawah pengaruh duta besar Spanyol Bernardino de Mendoza dan yang lainnya, terlibat dalam plot melawan Elizabeth yang tidak diragukan lagi dapat diadili dari sudut pandang Pemerintah Inggris. Bahwa pihak tertentu dari umat Katolik Inggris terlibat dalam pemberontakan melawan Elizabeth bukan merupakan bahan perdebatan. William Allen, dengan banyak orang-orang buangan dari Douai dan Leuven, juga Robert Persons, dengan banyak Yesuit, melihat kepemimpinan Elizabeth sebagai bahaya yang lebih besar bagi kepentingan tertinggi Inggris daripada ancaman sebelumnya dalam kasus-kasus di mana sejarah membenarkan penurunan raja-raja dari takhta mereka. Dan otoritas tertinggi pada saat itu menyetujui pandangan ini.
Di mata Elizabeth dan menteri-menterinya, oposisi semacam itu tidak lain adalah pengkhianatan terhadap negara. Tetapi sejumlah besar umat Katolik Inggris menolak untuk melakukan pemberontakan. John Lingard menulis:
"...di antara umat Katolik Inggris (bulla tersebut) fungsinya hanya menimbulkan keraguan, perselisihan, dan kecemasan. Banyak yang berpendapat bahwa itu dikeluarkan oleh otoritas yang tidak kompeten; yang lain berpendapat bahwa itu tidak dapat mengikat para pribumi sampai sebagaimana seharusnya dilakukan eksekusi yang sebenarnya oleh beberapa kekuatan asing. Semuanya sepakat bahwa dalam kaitannya dengan mereka itu adalah suatu manuver yang tidak bijaksana dan kejam, yang membuat mereka bertanggung jawab atas kecurigaan ketidaksetiaan, dan memberikan musuh mereka suatu kesempatan untuk mengecap mereka dengan nama para pengkhianat".
Paus berikutnya, Gregorius XIII, pada tanggal 14 April 1580 mengeluarkan pernyataan bahwa meskipun Elizabeth dan para pengikutnya tetap terkena sanksi ekskomunikasi, itu tidak untuk mengikat umat Katolik pada keadaan merugikan yang mereka alami. Mayoritas umat Katolik Inggris kemudian tidak memberikan pemerintah kerajaan alasan untuk mencurigai kesetiaan mereka, tetapi mereka tetap bertahan dalam mempraktikkan agama mereka, yang hanya dimungkinkan dengan kedatangan imam-imam seminari. Setelah terjadinya Pemberontakan Utara, Parlemen telah mengesahkan sebuah undang-undang (13 Eliz. c. 2) yang menyatakan bahwa adalah pengkhianatan terhadap negara apabila memberlakukan segala bulla absolusi kepausan untuk membebaskan atau mendamaikan seseorang dengan Gereja Roma, diberikan absolusi atau didamaikan, maupun mendapatkan atau juga mempublikasikan tulisan atau bulla kepausan apapun. Tindakan-tindakan murni keagamaan dinyatakan oleh Parlemen sebagai pengkhianatan.
Pemerintahan Elizabeth, untuk mencapai tujuan-tujuannya sendiri, menolak untuk membuat perbedaan antara umat Katolik yang terlibat dalam penentangan terbuka terhadap Ratu dan mereka yang dipaksa oleh hati nurani untuk mengabaikan ketentuan dari undang-undang tahun 1571 tersebut. Semuanya diidentifikasi secara sengaja oleh pemerintah dan diperlakukan sebagai satu kasus untuk tujuan-tujuan kontroversial.
Pandangan ini dikemukakan secara resmi dalam sebuah pamflet oleh William Cecil, Lord Burghley:
"Pelaksanaan Keadilan di Inggris untuk pemeliharaan perdamaian publik dan Kristiani, terhadap beberapa penyebar hasutan dan pengikut-pengikut para pengkhianat dan musuh kerajaan tidak mengalami penganiayaan terhadap mereka karena pertanyaan-pertanyaan mengenai agama, sebagaimana yang dilaporkan secara tidak benar, dan dipublikasikan oleh para pendukung dan pengembang pengkhianatan-pengkhianatan mereka." Di dalamnya, imam-imam Katolik yang mempertaruhkan nyawa mereka tidak diberi kredit untuk tujuan keagamaan apapun, tetapi "pelarian-pelarian seminari masuk secara diam-diam ke dalam kerajaan untuk mendorong rakyat agar mematuhi bulla Sri Paus".
Berdasarkan Undang-Undang tahun 1585, adalah pengkhianatan terhadap negara bagi setiap imam seminari, atau setiap Yesuit, yang sekadar datang ke Inggris; dan adalah kejahatan besar bagi setiap orang yang menyembunyikan atau membebaskan mereka. Burghley menegaskan bahwa sebelum ekskomunikasi itu tidak ada seorangpun yang didakwa melakukan kejahatan berat dengan alasan agama, dan membawa kembali segala sesuatu ke pertanyaan mengenai bulla tersebut. Pamflet berakhir dengan mengajukan enam pertanyaan atau tes yang dengannya mungkin dapat dibedakan antara pengkhianat dengan intelektual biasa (yang disebut "pertanyaan-pertanyaan berdarah").[6]
Kontroversi kontemporer
[sunting | sunting sumber]William Allen, dalam Answer to the Libel of English Justice yang diterbitkan pada 1584, menggabungkan persoalan pada semua titik, menyatakan bahwa "banyak imam dan umat Katolik lain di Inggris telah dianiaya, dihukum dan dieksekusi hanya karena masalah agama dan pelanggaran terhadap undang-undang baru yang menjadikan kasus hati nurani dikenai pasal pengkhianatan tanpa pretensi maupun dugaan atas pengkhianatan atau undang-undang lama apapun untuk hal yang sama". Ia membela Edmund Campion dan martir-martir lain dari tuduhan pengkhianatan.[6]
Lihat juga
[sunting | sunting sumber]- Empat puluh Martir Inggris dan Wales
- Daftar martir Katolik dalam Reformasi Inggris
- Gereja Katolik di Inggris dan Wales
- Daftar martir Protestan dalam Reformasi Inggris
- Martir Oxford
Catatan
[sunting | sunting sumber]- ^ Burton, Banyak yang dihukum di bawah sangat bias politik percobaan, jika mereka menjalani trial di semua.
- ^ "Patrick Barry". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-11-22. Diakses tanggal 2017-05-12.
- ^ Kalender nasional Inggris, Liturgi Kantor untuk Inggris dan Wales.
- ^ Kalender nasional untuk Wales, Liturgi Kantor untuk Inggris dan Wales.
- ^ Ordo untuk Wales 2010 Diarsipkan 2011-09-30 di Wayback Machine., Keuskupan Menevia, hal 277, 294.
- ^ a b Burton, Edwin.
Bacaan lebih lanjut
[sunting | sunting sumber]- Bowden, Henry Sebastian. Mementoes of the Martyrs and Confessors of England & Wales [1910]. New edition revised by Donald Attwater. London. Burns & Oates, 1962.
- Challoner, Richard. Memoirs of Missionary Priests, [1741]. New edition revised by J.H. Pollen. London. Burns Oates and Washbourne, 1924.
- Connelly, Roland. The Eighty-five Martyrs. Essex. McCrimmons Publishing Company, 1987.
- Foley, B.C. The Eighty-five Blessed Martyrs. London. Incorporated Catholic Truth Society. 1987.
- Usherwood, Stephen and Elizabeth. We die for the Old Religion. London. Sheed & Ward. 1987.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- George Haydock and Eighty Four companions at Hagiography Circle
- Patrick Barry.THE PENAL LAWS Diarsipkan 2016-11-22 di Wayback Machine.
Artikel ini memuat teks dari suatu penerbitan yang sekarang berada dalam ranah publik: Herbermann, Charles, ed. (1913). "nama artikel dibutuhkan". Catholic Encyclopedia. New York: Robert Appleton.