Sepur badug
Sepur badug, atau peralatannya disebut badug atau rel buntu dalam istilah khusus perkeretaapian, adalah alat untuk mencegah sarana perkeretaapian keluar dari ujung rel. Desain badug bergantung, sebagian, pada jenis alat perangkai yang digunakan pada kereta api, karena ujung alat perangkai adalah bagian pertama dari kendaraan yang menyentuh badug. Bahasa Inggrisnya, "buffer stop" untuk menyebut badug, berasal dari Inggris, karena rel kereta api di Inggris pada prinsipnya menggunakan buffer (boper) untuk menyambung antarrangkaian.
Jenis
suntingTerdapat berbagai jenis badug yang telah dikembangkan, bergantung pada jenis alat perangkai yang digunakan atau tujuan penggunaan sarana.
- Badug dengan anticlimber. Penting dalam pengoperasian kereta api penumpang cepat, karena anticlimber mencegah "efek teleskopik" dari gerbong kereta ketika terjadi tabrakan berhadapan.
- Badug untuk alat perangkai AAR
- Badug dengan penyangga di kedua sisinya
- Badug hidraulis
- Badug beton dengan pasir
Jika ada sedikit ruang tambahan di belakang blok badug, biasanya ada pasir atau ballast drag yang dirancang untuk mencegah kereta terpeleset setelah anjlok atau mengalami masalah rem seperti rem blong.
Penyerapan energi
suntingKarena massanya besar, kereta api melepaskan sejumlah besar energi kinetik saat tabrakan dengan badug. Badug yang keras hanya bisa mengatasi pengaruh gaya dan kecepatan yang sangat rendah dengan aman (yakni dalam posisi hampir stasioner). Untuk meningkatkan kinerja penghentian sarana, diperlukan kompresi atau gesekan dalam melepas energi. Saat ini telah dikembangkan badug yang mampu menyerap energi besar.[butuh rujukan]
Pengganjal roda
suntingPengganjal roda digunakan untuk menghentikan pergerakan kereta yang lambat apabila kemiringan jalan relnya agak menurun.[butuh rujukan]
Kecelakaan
suntingPada tanggal 29 Agustus 2015, lokomotif CC206 15 07 yang sudah diberi plat nomor menabrak sepur badug dan sebuah warung di dekat Balai Yasa Yogyakarta, karena gagal uji rem. Manager corporate communication Daop 6 Jogja, Gatut Sutiyatmoko, meyakini bahwa kejadian tersebut murni disebabkan oleh kegagalan rem. Saat itu Balai Yasa bekerja sama dengan GE Transportation untuk mengujicobakan lokomotif CC206.[1]