Puritan
Kaum Puritan adalah orang-orang Protestan Inggris pada abad ke-16 dan 17 yang berusaha membersihkan Gereja Inggris dari apa yang mereka anggap sebagai praktik-praktik Katolik Roma, berpendapat bahwa Gereja Inggris belum sepenuhnya tereformasi dan harus menjadi lebih Protestan.[1] Puritanisme memainkan peran utama dalam sejarah Inggris dan sejarah awal Amerika, khususnya selama masa Protektorat.
Kaum Puritan tidak puas dengan lingkup Reformasi Inggris yang terbatas dan dengan tolerasi Gereja Inggris terhadap praktik-praktik tertentu yang terkait dengan Gereja Katolik Roma. Mereka membentuk dan mengidentifikasikan diri dengan berbagai kelompok agama yang memperjuangkan kemurnian yang lebih besar dalam ibadah dan doktrin, serta kesalehan pribadi dan bersama. Kaum Puritan mengadopsi sebuah teologi kovenan, dan dalam hal tersebut mereka adalah Calvinis (begitu juga dengan banyak dari lawan awal mereka). Mengenai tata gereja, kaum Puritan terpecah antara pendukung pemerintahan gereja episcopal, presbiterian, dan kongregasional. Beberapa dari mereka percaya bahwa reformasi yang seragam dari gereja negara diperlukan untuk menciptakan sebuah bangsa yang saleh, sementara yang lain menganjurkan pemisahan dari, atau akhir dari, gereja negara sepenuhnya demi gereja yang berkumpul yang otonom, yang terpanggil dari dunia. Kaum Separatis dan Independen menjadi lebih menonjol pada tahun 1640-an, ketika para pendukung pemerintahan presbiterian di Sidang Westminster tidak dapat membentuk sebuah gereja nasional Inggris yang baru.
Sejarah
suntingPada pertengahan abad ke-16, gereja di Inggris terpecah menjadi dua kekuatan; anglikan yang memiliki kekuatan dan puritan yang menjadi saingan. Pada masa itu, Ratu Elizabeth I dari Inggris sebagai Ratu Inggris memiliki perasaan tidak suka terhadap Kaum Puritan. Ratu Elizabeth ini beragama Protestan, dia mengubah ajaran dan upacara-upacara ajaran Protestan. Hal ini mendapat protes dari kaum Protestan, mereka ingin pemurnian ajaran Protestan yang sudah banyak diubah Ratu Elizabeth. Kaum yang ingin memurnikan kembali ajaran Protestan ini disebut Kaum Puritan. Walaupun mendapat protes, Ratu Elizabeth tidak memedulikan dan tetap menjalankan prinsip agama yang dia anut. Kaum protestan ini menuntut agar kembali kepada ajaran Alkitab saja, tanpa terlalu bermegah-megah dan mengadakan upacara-upacara.
Ketika Ratu Elizabeth meninggal dunia pada tahun 1603, dia digantikan oleh sepupunya, Raja James VI dari Skotlandia. Kemudian Raja James menjadi raja Inggris menggantikan Ratu Elizabeth dan dikenal sebagai James I. Seperti Ratu Elizabeth, Raja James I ini juga memiliki rasa tidak suka terhadap Kaum Puritan. Maka keadaan Kaum Puritan di Inggris menjadi semakin buruk. Karena mendapat perlakuan yang buruk dari Raja James I, maka kaum puritan merasa harus pergi keluar dari Inggris. Pada tahun 1607, kaum separatis - sekte puritan radikal yang tidak percaya bahwa Gereja Negara dapat direformasi - memisahkan diri ke Leiden, Belanda, tempat mereka mendapat suaka dari penguasa di sana. Namun, kaum Calvin Belanda memanfaatkan mereka untuk menjadi pekerja kasar dengan bayaran yang murah. Beberapa dari mereka merasa tidak puas dan memutuskan untuk pindah.
Pada tahun 1620, sekelompok Kaum Peziarah (Pilgrims) menggunakan kapal Mayflower untuk berpindah menuju ke Amerika, sebuah benua di mana mereka bisa bebas dalam menjalankan agama yang mereka anut tanpa ada tekanan lagi dari kerajaan Inggris maupun dari pihak lain. Ketika putera James, Charles I naik takhta dalam tahun 1625, ketegangan di Inggris menjadi begitu hebat, bahkan bagi kaum Puritan moderat, sehingga sejumlah besar di antara mereka itu bersedia untuk mengarungi laut lepas dan menyusuri hutan belantara untuk menemukan masyarakat lain.
Kepustakaan
sunting- Garis Besar Sejarah Amerika, halaman 18
- George M. Marsden, Agama dan Budaya Amerika, halaman 24.
- ^ Spraggon 2003, hlm. 98.