PEMBANTAIAN KOMPLOTAN HAGA DI BORNEO SELATAN
Oleh Wajidi
Selain Jugun Ianfu, Romusha, dan pembantaian warga masyarakat yang menjadi korban kekejaman Jepang selama pendudukannya di Borneo (Kalimantan) selama tahun 1942-1945, maka tentara Jepang juga melakukan pembantaian terhadap aparat pemerintah Hindia Belanda, dalam hal ini adalah komplotan B.J. Haga di Borneo Selatan.
Menjelang kedatangan tentara pendudukan Jepang, pulau Borneo (Kalimantan) berada dibawah kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda. Statusnya adalah sebuah provinsi (Gewest Borneo) beribukota Banjarmasin yang dipimpin oleh seorang gubernur bernama Dr. B.J. Haga. Gewest Borneo mempunyai dua keresidenan yakni Keresidenan Borneo Barat (Kalimantan Barat) dengan ibukotanya Pontianak dan Keresidenan Borneo Selatan (Kalimantan Selatan) dengan ibukotanya Banjarmasin.
Sesudah Negeri Belanda diduduki Jerman (sekutu Jepang di Eropa) tanggal 10 Mei 1940, pemerintah Hindia Belanda mengumumkan negara dalam keadaan perang. Tentara pendudukan Jepang memasuki Borneo Selatan melalui dua jalan, yakni dari utara dan yang tiba dengan kapal laut di pantai Jorong. Baru saja terdengar bahwa kota Amuntai telah jatuh ke tangan pasukan Jepang, maka KNIL dan pemerintah sipil Belanda yang dipimpin oleh Gubernur B.J. Haga beserta keluarga dan sejumlah orang Belanda lainnya melarikan diri menuju Purukcahu di hulu Sungai Barito, dan membiarkan seluruh wilayah Borneo Selatan jatuh ke tangan Jepang tanpa mendapat perlawanan apa-apa.
Sesaat sebelum berangkat menuju Purukcahu, Gubernur B.J. Haga meminta walikota Banjarmasin Van der Meulen dan Kepala Javasche Bank Konig untuk bertahan di Banjarmasin dan menugaskan mereka untuk menyerahkan kota Banjarmasin kepada Jepang, sebaliknya AVC (Algemene Vernielings Corps) atau Korp Untuk Penghancuran berencana melakukan pembumihangusan terhadap kota agar tidak dimanfaatkan oleh Jepang.
Pada malam Minggu tanggal 9 dan 10 Februari 1942 kota Banjarmasin menjadi lautan api. Seluruh kendaraan militer dirusak dan dijejer di Jalan Simpang Sungai Bilu. Jembatan Coen satu-satunya penghubung Jalan Ulin (kini Jalan A. Yani) ke pusat kota Banjarmasin, didinamit yang menyebabkan bunyi ledakan dahsyat yang menggetarkan dan terdengar di seluruh kota.
Serdadu Jepang sangat marah dengan tindakan pembumihangusan yang dilakukan Belanda itu, beberapa pejabat Belanda yang melakukan penyambutan yakni Burgemeester Van der Meulen, Smits (Head Editor Borneo Post) dan seorang Cina, dipancung di atas sisa-sisa reruntuhan Jembatan Coen ketika kedatangan tentara Rikugun Jepang (Angkatan Darat) dari Hulu Sungai pada tanggal 13 Februari 1942.
Tidak lama di Puruk Cahu, Gubernur B.J. Haga beserta pengikutnya kemudian menyerahkan diri kepada penguasa militer Jepang di Banjarmasin pada awal April 1942. Mereka kemudian dijadikan interniran di Banjarmasin. Namun ternyata kemudian, dari balik penjara Gubernur B.J. Haga ketahuan mengadakan gerakan di bawah tanah untuk meruntuhkan kekuasaan Jepang.
B.J. Haga dibantu oleh 25 orang pembantu utamanya diantaranya 1 orang eks-Assistent Resident, dan 9 orang eks-Controleur dalam tawanan, isteri Gubernur dan isteri salah satu controleur mengatur di dalam.
Adanya komplotan ini sudah lama tercium oleh pimpinan balatentara Jepang di Banjarmasin. Hal itu tidak lepas dari jasa Sasuga yakni orang yang selama di Jepang terkenal mempunyai reputasi sebagai seorang yang cerdik untuk membongkar komplotan anti Jepang. Reputasinya itu juga teruji di Borneo, karena ia menjadi pusat pimpinan yang membongkar komplotan yang semacam itu sehingga ia mendapat nama baik sebagai pembongkar terhadap gerakan anti Jepang yang dipimpin oleh Gubernur Haga dan teman-temannya. Pertama di Banjarmasin, kemudian menyusul di Pontianak di Borneo Barat. Meski punya tujuan yang berbeda, komplotan anti Jepang di Borneo Selatan mempunyai hubungan dengan komplotan di Borneo Barat. Ada dua orang dari Banjarmasin dikirim ke Borneo Barat yakni Makaliwij dan dr. Soesilo. Tugasnya, memberitahu permasalahan yang sedang terjadi di Banjarmasin, kepada para pemimpin di Borneo Barat.
Dalam bulan Mei 1943 pemerintah Jepang telah mengadakan suatu konperensi rahasia, dimana diberitakan tentang perhubungan yang disangka ada dan pergerakan untuk melumpuhkan Jepang, telah mengambil keputusan untuk mengadakan aksi besar-besaran, penggeledahan, penangkapan dan sebagainya.
Sasuga selaku pimpinan bertindak, sehingga kemudian pada subuh tanggal 10 Gogatsoe 2603 (10 Mei 1943) anggota komplotan yang berada di luar ditangkap dalam penangkapan pertama. Kemudian disusul penangkapan kedua pada pertengahan Hatjigatsoe (Agustus) 1943, Haga dan lain-lain telah ditangkap demikian juga dilakukan penangkapan lebih 200 orang dalam empat kali, maka dengan pengkapan besar-besaran itu komplotan Haga dapat ditumpas.
B.J. Haga kemudian diadili dan namun kemudian jatuh pingsan dan meninggal dunia di saat menjalani persidangan pada hari pertama, karena sebelumnya telah mendapat siksaan yang demikian kejam dari Jepang. Upaya militer Jepang untuk menumpas komplotan B.J. Haga tidak berhenti setelah meninggalnya gubernur Gewest Borneo itu. Satu demi satu para pengikutnya diciduk, ditahan, disiksa, dan kemudian dibantai. Oleh karena itu, eksekusi mati kemudian dilakukan terhadap 25 orang pembantu utamanya pada 20 Desember 2603 (1943) yakni C.M. Vischer (umur 47), S. Raden Soesilo (umur 50), Antiro Santeago Pereira (umur 53), Cosa Kakarico, L.J. Brandon (umur 50), G.D.E. Braches (umur 40), Hausman Baboe (umur 53), Makaliwij (umur 37), Oe Ley Koey (umur 38), Phoa Hok Tjwan (umur 49), A. Roman (umur 26), A.C.W. Wardenier (umur 45), Den Hartog (umur 35), Y. De Vries (umur 33), orang Belanda, W.A. Verpalen (umur 36), M.C. Bais (umur 34), Beukers (umur 39), L.W.Y. Bouhuis, Willem Philipsen (umur 37), G.J. Van der Kooi (umur 33), A.H.V.H. Linden (umur 31), N.G. Haga (umur 45), Betty Vischer (umur 43), Braches (umur 32), Nelina Verpalen (umur 36), dan Z.C. Reichert (umur 40).
Di salah satu sumber di sebutkan bahwa tempat pembantaian komplotan B.J. Haga ini diperkirakan adalah lapangan terbang Ulin, 28 km dari kota Banjarmasin, dimana telah didapati 150 buah tengkorak, 30 orang mati karena disiksa, 26 orang lagi termasuk 5 orang perempuan dan pegawai yang dilakukan Jepang pada 20 September 1943. Disebutkan pula bahwa jumlah penyembelihan di ¬kalangan Belanda tidak kurang dari 250 orang, sedang yang tidak diketahui dari kalangan Indonesia. Tionghoa, India, Arab yang jumlahnya juga amat besar. (copyrights©Wajidi).
Info sejarahnya lengkap banget…jadi tahu sejarah tentang pulau borneo..thanks
Maafkan Indah, berusaha membaca tulisan di atas, tetapi masih banyak yang harus difahami. sejarah setempat yang tentunya bertuah diketahui kerana jika tidak ada penulis berminat seperti saudara berhubung hal sebegini, tidak akan diketahui sumbernya. Syabas untuk posting menarik ini.
Makluman: blog saudara sudah Indah link ke blog Indah. Harap dapat kebaikan dari silaturahmi ini. Terima kasih dari Indahkasihku.
wah….,ternyata kependudukan jepang di indonesia kemarin emang benar-benar sangat kejam yach. 😦
masih cinta produk jepang…?
Membaca artikel di blog anda, saya rasa seolah-olah kembali ke bangku sekolah sewaktu belajar ‘history’ dulu.
Thanks for sharing
Assalaamu’alaikum Mas Wajidi….
Satu coretan sejarah yang tentu banyak manfaat buat kita menyelami hakikat yang pernah terjadi suatu ketika dahulu. Tanpa sejarah, masa depan pasti tidak punya apa-apa kesan yang boleh dihargai. Dengan sejarah, kita banyak mengambil iktibar untuk lebih membangun dan meneliti kebaikan dari hikmah kejadian.
Satu kekaguman buat saya atas kerajinan mas Wajidi menulis tentang sejarah dan bersungguh2 melakukannya. apakah ini satu dari tugasan disertasi atau apa mas ? Ingin juga tahu akan tujuan penulisan2 sejarah di blog ini. Terima kasih didahulukan jika ada jawabannya nanti. Saya senang untuk mengetahuinya.
Salam mesra dan persahabatan dari saya di Sarikei, Sarawak. 😀
Salam Takzim
Kunjungan perdana nih om setelah terseret oleh jejak om di blog saya, secara saya orang keturunan Banjar om, namun baca ini baru pertama kali om, karena memang abah ga pernah cerita sih, makasih ya om sudah berkunjung dan semoga rutinitas saling berkunjug selalu terbina, Amin
Salam untuk semua keluarga di Banajra masin terutama di peulehari om
Dan Salam Takzim Batavusqu
Sebuah pengetahuan baru buat saya tentu saja, trims share ilmunya. Salam dari Pekalongan
Hanyar tahu nah.. sejarah lokal .. bagus gasan kakanakan sakulahan.. ehm.. mun ada bukunya, mamoto copy barang .. 🙂
Sejarah itu selalu aktual, saya sangat menikmati sejarah yang selalu terulang..
Saya selalu suka tentang sejarah tapi juga selalu tidak pernah mengingatnya dengan detil 😳
Wah, sejarah…! Manusia bijak adalah manusia yang tak melupakan sejarah.
Assalaamu’alaikum wr wb mas Wajidi…
hadir untuk memaklumi ada bingkisan khas AWARD dari Malaysia di sini,
Silakan dengan hormatnya untuk menerima award tersebut. Semoga persahabatan ini akan sentiasa baik hendaknya.
Salam mesra selalu dari Sarikei, Sarawak.
Terima kasih atas tulisan pembantaian komplotan Jepang, apakah saya dapat memperoleh info tentang kuburan korban Jepang ? Karena salah satu korban adalah kakek saya (Oe Ley Koey). Terima kasih. Salam, Gaby Siantori. Email : gabysiantori@gmail.com
Saya senang informasi tentang sejarah. Kalau piyan sempat, silakan juga menulis tentang transmigrasi di Kalsel. Sekadar info, sekarang juga sudah ada embrio Kampung inggris Transmigrasi di Karang indah, Batola.
Nice post. I was checking constantly this blog and I’m impressed! Extremely useful information specially the last part 🙂 I care for such info a lot. I was seeking this particular information for a long time. Thank you and good luck.
Terimakasih atas tulisannya Pak Wajidi, tulisan pian membuka sejarah kelam masa penjajahan jepang di Banjarmasin. Membuka mata ulun atas kondisi masa lalu dikota ini. Kai ulun jua jadi korban pasukan kete jepang, amun bahari nini ulun manyambatnya pasukan cemot (karena muha pasukan jepang ni bacalemotan). Bisa minta info referensi sumber data pembantaian jepang ini pak? Terimakasih sekali lagi.
Terima kasih pak Wajidi, sudah menghadirkan tulisan sejarah yang menarik, dan detil dengan disertai data pendukung yang begitu kuat.
Semoga sejarah kekejaman Jepang jangan pernah terulang lagi di bagian manapun di dunia ini.
Terima kasih pak Wajidi, informasi ini berharga buat keluarga kami dan kami sudah berziarah ke makam kakek kami Oe Lay Koey 3 tahun yang lalu. bahagia ibu kami tidak terkira, karena beliau ditinggal ayahnya pada usia 1 tahun dan smp usia 75 tahun baru tahu pasti dimana makam ayahnya. sekali lagi terima kasih pak Wajidi…